JAKARTA. – Mayoritas tenaga kerja asing (TKA) China yang dipekerjakan di tanah air bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah. Mereka yang mayoritas hanya lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampil hanya pekerja kasar.
Begitu disampaikan para aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) saat berkunjung ke Komisi IX DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/21).
Rombongan KAMI yang hadir antara lain Marwan Batubara, Adhie Massardi, Said Didu, MS Kaban, Gde Siriana, Radhar Tribaskoro, dan Sadun. Mereka diterima dengan baik oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Lakalena dan anggota Komisi IX seperti Sri Meliyana, Krisdayanti, Netty Aher, dan Mesakh Mirin.
“Sesuai Permenaker 10/2018, hal ini jelas melanggar aturan dan merampok hak tenaga kerja pribumi,” kata Marwan Batubara.
Marwan mengurai, pada kasus smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), mengacu kepada rekrutmen karyawan September 2020 dipekerjakan sekitar 2 ribu TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen, dan SMA 44 persen.
Lulusan D3/S1 hanya 2 persen dan berlisensi khusus 7 persen. Kondisi lebih parah terjadi pada perusahaan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23 persen, SMP 31 persen dan SMA 25 persen. Lulusan D3/S1 17 persen dan TKA berlisensi khusus 4 persen.
“Jika disortir berdasarkan pengalaman kerjanya, hanya 1 dari 608 orang (0,1 persen) TKA PT. VDNI dan 23 dari 1167 orang PT. OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai persyaratan,” urainya.
Marwan pun menyoroti pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang pernah berdalih bahwa TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat.
LBP kala itu mengatakan bahwa banyak orang di daerah-daerah penghasil mineral di Indonesia pendidikannya tidak ada yang bagus.
“Jadi kalau ada banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah,” tutur Marwan menirukan ucapan Luhut yang disampaikan pada 15 September 2020.
“Dalih LBP yang membela perusahaan China yang didukung oligarki di atas sangat sumir, manipulatif sekaligus menyakitkan,” tegasnya.
Menurut Marwan, tenaga lokal lulusan SMA, D3 dan S1 tersedia melimpah di Sulawesi dan Jawa. Apalagi jika sekadar lulusan SD, SMP dan SMA. Apalagi faktanya VDNI mempekerjakan TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen dan SMA 44 persen.
“Sedang di OSS, TKA lulusan SD mencapai 23 persen dan SMP 31 persen. Inilah salah satu bentuk perlindungan pejabat negara kepada perusahaan asing China, sekaligus fakta perendahan martabat dan kemampuan bangsa sendiri,” tutupnya. (*)