JAKARTA. – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur, yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Ltd, mulai 2022 akan terus menurun, menandai masa puncak produksi Blok Cepu telah lewat.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut pada 2021 produksi minyak dari Blok Cepu ini ditargetkan sebesar 219.860 barel minyak per hari (bph) dan gas 55,16 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Dwi mengatakan posisi Blok Cepu sempat memegang peranan besar dalam mendorong produksi migas nasional pada 2017 sampai dengan 2021. Pada tahun ini produksi minyak di Blok Cepu ditargetkan berkontribusi sebesar 30% dari total produksi minyak nasional.
“Blok Cepu ini masa PSC-nya adalah dari 2005 sampai 2035. Yang penting, bagaimana kita menahan penurunan alamiah atau natural decline,” ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Rabu (3/2/2021).
Pemegang hak partisipasi (Participating Interest/ PI) Blok Cepu yakni Pertamina EP Cepu, 45%, ExxonMobil Cepu Ltd 20,5%, Ampolex (Cepu) Pte.Ltd 24,5%, PT Sarana Patra Hulu Cepu, 1%, PT Asri Dharma Sejahtera 4,48%, PT Blora Patragas Hulu 2,18%, dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana 2,24%.
Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak Blok Cepu bisa turun menjadi di bawah 150.000 bph pada 2023, bila tidak dilakukan upaya penahanan laju penurunan alamiah ini. Bahkan, pada 2030 diperkirakan produksi bisa di bawah 100.000 bph bila tidak dilakukan upaya apapun.
Untuk itu, menurut Dwi, pihaknya memiliki sejumlah strategi utama guna mencegah penurunan tajam dari produksi Blok Cepu ini.
Beberapa strategi tersebut antara lain manajemen reservoir yang baik dan monetisasi untreated gas.
“Jadi, gas sekarang sudah mulai naik volume dan porsinya, jadi dibutuhkan treatment dan melakukan monetisasi,” paparnya.
Lalu, blok ini juga akan dilakukan optimasi pengembangan lapangan dan pengeboran sisipan, pengembangan formasi clastic, dan pengembangan lapangan sekitarnya yakni Cendana dan Alas Tua.
Sebelumnya, Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan produksinya akan mulai turun pada pertengahan 2021 ini.
“Dari hasil pembahasan Work Program & Budget (WP&B) 2021 memang produksi yang dari Lapangan Banyu Urip akan turun perkiraan mulai dari pertengahan tahun 2021 sesuai perkiraan decline rate-nya,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (22/12/2020).
Julius menyebut penurunan produksi ini terjadi secara alamiah yang disebabkan oleh turunnya tekanan reservoir.
Lebih lanjut dia mengatakan, plato atau produksi puncaknya terjadi pada 2020 yakni berada di kisaran 228.000-230.000 barel per hari (bph).
“Saat-saat ini sekitar 228.000-230.000 bph. Mungkin sampai pertengahan atau akhir 2021. Setelah itu, akan mulai menurun gradually (bertahap) pelan-pelan sekali,” kata Julius. (*)