Canthik Prahu Rajamala yang Mistis

Pernahkah Anda berwisata ke Musium Radya Pustaka, Surakarta? Kalau pernah, pasti Anda sudah melihat patung menyerupai kepala wa-yang Raksasa . Memang namanya patung Rajamala, bekas canthik (kepala haluan) kapal pesiar Pakubuwono ke IV sampai Paku Buwono VII.

Patung ini berada di ru-ang belakang sisi barat museum, dengan tempat ruang remang-remang. Dengan warna merah menyala yang menyeramkan dan terasa aura .

Patung Rajamala ada dua, yang dulu dipasang di haluan dan buritan. Yang satu tersimpan di Museum Surakarta Hadiningrat. Kedua patung ini sama-sama mengandung aura mistis.

Setiap hari Selasa Kliwon, kedua patung itu diberi sesaji. Di samping itu, patung Rajamala di museum Radya Pustaka, sejak ditempatkan di tempatnya tersebut sampai sekarang belum pernah dipindahkan, konon tidak mau dipindahkan.

*Perahu Pesiar Termegah.

Canthik Rajamala merupakan canthik untuk perahu pesiar terindah dan terbesar pada jamannya dan diberi nama juga perahu Rajamala, untuk menyelusuri , sampai ke Madura, sungai Berantas, bahkan di Laut Jawa dari jaman Sinuwun Paku Buwono IV sampai Paku Buwono VII.

Perahu Rajamala dibuat atas inisiatif Pangeran Adipati Anom, yang nama mudanya GRM Sugandi, putra Susuhun Paku Buwono IV pada Tahun 1737 Tahun Jawa (1810 M) dan selesai hari Jumat wage 27 Jumadilakir Tahun Be 1738 JW (1811 M) dengan sengkalan Nawa Katon Tinitihan Janma.

Baca Juga:  Kampoeng Thengul di Margomulyo, Lestarikan Seni Khas Bojonegoro

Ukuran perahu, pan-jang 58,9 meter, lebar 6,5 meter, panjang dayungnya 6,6 meter. Sekarang yang tersisa dari perahu Rajamala adalah dua canthik patung kepala Rajamala dan dayung yang juga tersimpan di museum Keraton Surakarta Hadiningrat. Bahannya kayu jati dari hutan Donoloyo milik keraton.

Hutan Donoloyo sendiri juga memiliki ceritera mistis, dikenal sebagai hutan yang angker, wingit.

Ada ceritera ketika pem-buatan perahu, para tukang banyak yang sakit karena diganggu makluk halus yang berada di hutan Donoloyo. Namun karena kesaktian Pangeran Adipati Anom, para makhluk tersebut dapat ditaklukkan, dan bersedia mengabdi kepada sang Pangeran dan menjaga canthik Rajamala.

*Ada dua versi terjadinya perahu Rajamala ini.

Versi pertama, ketika tgl. 19 Nopember 1809 Si-nuwun Paku Buwono IV menerima hadiah perahu besar dari Gubernur Jen-dral Dandeles dengan hiasan canthiknya patung puteri Belanda yang cantik.

Kemudiun Sinuwun Paku Buwono IV ingin mempunyai perahu sendiri lalu memerintahkan puteranya Pangeran Adipati Anom untuk membuat perahu yang besar dan bagus untuk disandingkan dengan perahu hadiah Gubernur Jendral Dandeles.

Baca Juga:  Kolaborasi Dengan Misi Ekspedisi Bengawan Solo, Pemdes Ngraho Gayam Helat Pekan Budaya 2022

Pangeran Adiparti Anom melaksanakan dhawuh ramanda dan jadilah perahu Rajamala yang indah dan megah.

Kedua perahu tersebut kemudian dinikahkan dengan lengkap sebagaimana layaknya pengantin Jawa, bertempat di Kedhung Penganten Bengawan Solo, pada tanggal 19 Juli 1811.

Versi kedua, menurut Babad Tanah Jawa, bahwa Sinuwun Paku Buwono IV akan memulangkan permaisurinya, Bendara Kanjeng Kencanawungu ke Madura (Sumenep). Mendengar berita itu, Pangeran Anom sangat sedih, kemudian membuat perahu untuk mengantar ibunda ke Sumenep.

Tetapi setelah Sinuwun Paku Buwono IV mengetahui perahu buatan putranya tersebut, akhirnya permaisuri Sinuwun tidak jadi dipulangkan. Akhirnya perahu yang begitu indah dan gagah tersebut dijadikan perahu keraton, yang digunakan oleh Sinuwun Paku Buwono IV untuk mengarungi Bengawan Solo, Sungai Brantas dan laut Jawa.

Perahu Rajamala digunakan raja-raja Keraton Surakarta Hadiningrat mulai Sinuwun Paku Buwono IV sampai Sinuwun Paku Buwono VII.

Pangeran Adipati Anom sendiri kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja Surakarta Hadiningrat dengan gelar Paku Buwono V. Namun be-liau tidak lama menjadi raja, hanya tiga tahun (1820-1823) sakit dan . (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *