Pengurugan Bandara Ngloram Tidak Gunakan Kuwari Lokal, Warga Cepu Ancam Akan Hentikan Truk Pengangkut Kuari Bojonegoro

“Kami minta, segera turun tangan agar pelaksanaan Ngloram melibatkan rekanan lokal. Kalau tidak, saya akan kerahkan warga untuk menghentikan armada truk yang ngangkut kuari dari Bojonegoro,” ujar Dwi Aryo, Ketua Transparansi .


Proyek pembuatan masuk, jalan lingkungan dan service road menuju Cepu yang menelan APBN senilai Rp. 15 Milyar, ternyata tidak memberikan manfaat bagi pemerintah kabupaten (Pemkab) maupun masyarakat Blora.

Hal itu dikarenakan PT. BPM se-laku pelaksana proyek tidak mengambil tanah urug dari kuari yang ada di wilayah Blora melainkan kuari Bojonegoro. Padahal, ongkos angkutnya jelas lebih mahal jika ambil dari kuari Bojonegoro.

Menurut Ketua LSM Transparan-si Cepu, Dwi Aryo, sudah dua tahun pelaksanaan proyek pengurugan lahan Bandara Ngloram menggunakan tanah urug dari kuari luar daerah. Padahal di wilayah dekat Cepu terdapat potensi tambang , yaitu kuari di Desa Biting, dan .

Baca Juga:  Diterjang Hujan, Bangunan JUT di Desa Mernung-Cepu Ambrol hingga Merusak Tanaman Padi Milik Petani

“Tahun ini terulang lagi, material tanah urug diambilkan dari kuari Perangi, Bojonegoro,” ujarnya, Jumat (18/06/2021).

Dwi juga mempertanyakan sikap yang terkesan tidak peduli, padahal jelasjelas Blora telah dirugikan -nya. “ tambang yang harusnya masuk Blora kenapa dibiarkan hilang begitu saja,” tambah Dwi.

Dwi mengaku mendengar keluhan dari kuari dan dump truk di Cepu. Mereka mengaku ngurus izin di Blora dan bayar pajaknya di Blora, tetapi sekarang hanya bisa jadi penonton proyek bandara.

Kepada , Dwi mengatakan, pihaknya berencana akan melayangkan surat pemberitahuan ke maupun Polsek Cepu. “Saya akan kerahkan warga Cepu untuk menghentikan armada truk yang mengangkut material dari Bojonegoro,” tandasnya.

Baca Juga:  Polda Jateng Pasang Garis Polisi pada Titik Lokasi Sumur Ledok 27

Sementara itu mantan anggota Blora yang tinggal di Mernung, Cepu, Edy Purwanto mengaku prihatin dengan sikap Pemkab Blora yang kurang tegas terhadap pelaksana proyek bandara.

Menurut Didik, panggilan akrab Edy Purwanto, Perda Bojonegoro mewajibkan tenaga kerja ber-KTP Bojonegoro, dan kendaraan rental untuk Migas harus ber plat nomor “S”. Juga, rekanan diwajibkan nginap di wilayah Bojonegoro.

Itu jelas-jelas merugikan tenaga kerja Blora dan pengusaha rental serta pengusaha di Cepu. “Sekarang ini Pemkab Blora punya proyek bandara koq malah beli tanah urug di kuari Bojonegoro,” tandas Didik. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *