BLORA.-
Turaji selaku penasihat hukum PT Agritama Prima Mandiri (APM) melakukan gugatan praperadilan terhadap penyidik Polres Blora atas penangkapan, penahanan, dan penetapan status tersangka Direktur Utama PT APM, Fahmi Adi Satrio (FAS).
Turaji menyebut, penahanan terhadap FAS dinilai tidak masuk akal lantaran laporan atas FAS sebenarnya baru dilayangkan pada 25 Oktober 2023. Namun, pada 25 Oktober langsung ada penahanan sekaligus penetapan tersangka.
Hal itu dibuktikan oleh pengakuan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri Blora, Kamis Kamis (23/11/2023).
Dalam sidang gugatan Praperadilan (Prapid) ke-5 yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Ahmad Ghazali, SH.MH agendanya adalah pemeriksaan alat bukti dari pemohon dan termohon.
Kuasa Hukum FAS mengajukan empat orang saksi fakta dan satu orang saksi ahli dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang. Sementara dari pihak penyidik mendatangkan Pok Analis Polda Jateng, Pembina Sugiarto beserta para penyidik Polres Blora lainnya.
Pihak FAS menghadirkan saksi yakni Widi Setyo Nugroho, Ahmad Hiban dan dua orang petani asal Jepangrejo yakni Sumijan dan Wawan. Serta saksi ahli Kastubi, SH, M. Hum dari Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Semarang.
Widi menjelaskan pada tanggal 25 Oktober 2023 dirinya diajak Fahmi Adi Satrio (FAS) untuk memenuhi panggilan Polres. Sampai di Polres pukul 09.00, FAS diperiksa sebagai saksi, dan Widi berada di luar Polres. Pukul 17.00 dirinya melihat petani Jepangrejo keluar meninggalkan Polres Blora. Kemudian pulang bersama FAS pukul 21.30 dan turun di perempatan Tawangrejo dan FAS meneruskan perjalanan ke arah Purwodadi.
Sedang saksi Ahmad Hiban mengatakan bahwa dirinya menjadi sopir berdua dengan FAS, dan ketika sampai di daerah Pacing, Klokah Kunduran, mobilnya dipepet beberapa orang dan FAS ditangkap saat itu sekira pukul 22.30. Tanpa ditunjukkan Surat Penangkapan dan Surat Perintah Tugas.
Dalam keterangan saksi ahli Dr Kastubi mengatakan, penyidik dapat melakukan penangkapan setelah memiliki dua alat bukti ditambah keyakinan dari penyidik.
“Selain dua alat bukti permulaan, petugas Polri wajib memperlihatkan surat tugas serta memberikan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan,” ungkapnya.
Saksi ahli pun mendapat pertanyaan dari perwakilan penyidik tentang hak preogratif polisi melakukan penangkapan karena dikhawatirkan lari ataupun menghilangkan barang bukti.
“Itu dapat dilakukan, ketika terdakwa mangkir saat mendapat panggilan dari penyidik sebanyak dua kali,” terang ahli.
Hal senada disampaikan Kuasa Hukum PT APM, Turaji, tindakan penangkapan tanpa dua alat bukti merupakan bentuk kriminalisasi.
“Berbedanya pengakuan para saksi yang dihadirkan di persidangan, menunjukan apa yang dilakukan penyidik tidak sesuai fakta,” ucapnya.
Tim Kuasa Hukum FAS optimis, bahwa permohonan gugatan Praperadilan terhadap Polres Blora akan dikabulkan oleh Hakim PN Blora.
“Fakta baru di persidangan akan mematahkan keterangan yang ada di BAP yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Blora yang diajukan di persidangan,” tandas Turaji. (*)