PPMSTL Warisan Suprat

Korandiva – .- Empat tahun sudah Supratono, sosok yang akrab disapa Suprat, dunia. Namun namanya masih kuat terpatri di benak warga Desa , Kecamatan , —terutama bagi para penambang . Ia bukan sekadar penambang, melainkan tokoh sentral di balik lahirnya legal pertama para penambang di wilayah itu.

Supratono dikenal sebagai pendiri “Sumur Agung”, organisasi resmi yang dibentuk pada tahun 2005 untuk memayungi aktivitas para penambang minyak sumur timba di Ledok. Saat itu, hak pengelolaan minyak sumur tua di Kabupaten Blora dipegang oleh Kokaptraya (Koperasi Karyawan “Patra Karya” ).

Namun peta berubah ketika pada tahun 2015 hak pengelolaan sumur tua diambil alih oleh PT. Blora Patra (), BUMD milik . Jika akhirnya terjalin kerjasama, Suprat tidak lagi mengusung nama “Sumur Agung”, melainkan membentuk wadah baru bernama Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok () sebagai baru BPE.
Langkah ini, ternyata, menyimpan sejumlah catatan. Pendirian PPMSTL yang terkesan diam-diam itu tidak banyak diketahui anggota Paguyuban Sumur Agung. Bahkan, legalitas Paguyuban Sumur Agung kabarnya sudah “dibubarkan” pada waktu yang bersamaan. Ironisnya, di tengah ketidakjelasan legalitasnya, Suprat sempat menunjuk pengganti dirinya sebagai ketua Paguyuban Sumur Agung—padahal secara hukum, paguyuban itu sudah tak lagi sah.

Ibarat pohon, PPMSTL tumbuh tanpa akar, dan Sumur Agung tinggal batang tanpa daun. Kini, setelah Suprat tiada, PPMSTL yang dipimpin oleh Dariyanto disebut tak lagi memiliki legitimasi penuh di mata anggotanya. Banyak dari mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses transisi, dan belakangan mulai mempertanyakan arah kepemimpinannya.

Kondisi semakin runyam ketika perjanjian kerja sama antara PPMSTL dan BPE berakhir pada Februari 2025, dan sekarang masih dalam proses . Momen ini menjadi titik balik. Banyak anggota yang ingin lepas dari PPMSTL dan memilih jalur mandiri—berharap bisa langsung bekerja sama dengan BPE tanpa perantara.

Situasi makin kompleks ketika baru-baru ini muncul perkumpulan baru yang didirikan oleh para penambang minyak sumur tua Ledok. Mereka mengantongi legalitas resmi, menambah pilihan sekaligus tantangan dalam tata kelola kemitraan minyak sumur tua di Ledok.

Kini, bola panas ada di tangan BPE. Akankah tetap menjalin kemitraan secara eksklusif dengan PPMSTL? Atau akan membuka ruang bagi perkumpulan baru, bahkan mungkin langsung menggandeng para penambang tanpa perantara?
Pilihan itu bukan sekadar administratif, tetapi soal keberlanjutan, keadilan, dan warga Ledok yang selama ini menggantungkan hidup dari sumur-sumur tua peninggalan zaman kolonial.
Yang pasti, jejak Supratono tak akan mudah dilupakan. Namun warisannya kini menanti penataan ulang. (*)