Korandiva-BLORA.- Tak anyak yang tahu bahwa Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Blora pernah berawal dari bangunan tua bekas sekolah dasar yang nyaris roboh. Namun dari kondisi memprihatinkan itu, lahir perjuangan besar yang kini menjelma menjadi pusat pendidikan nonformal unggulan di Kabupaten Blora. Di balik kisah panjang ini, sosok-sosok penting turut berperan, terutama Kepala SKB pertama, almarhum Widodo, yang meletakkan fondasi kuat sejak SKB berdiri pada Desember 2000.
“Kami dulu berjumlah 18 orang—Pak Widodo sebagai kepala SKB, dua TU, dan 15 Pamong Belajar. Bangunannya bekas SD Kauman 2 dan 3, banyak yang rusak dan kosong. Tapi semangat kami tak pernah kosong,” kenang Jumini, S.E., yang kala itu menjadi salah satu pamong muda dan kini menjabat Kepala SKB Blora.
Sebagai CPNS angkatan 2000, Jumini langsung terlibat dalam proses awal berdirinya SKB Blora. Ia tidak hanya menjadi pendidik, tetapi juga juru kampanye penting untuk menyuarakan manfaat pendidikan nonformal kepada masyarakat. Ia menyerap nilai dan semangat kepemimpinan dari Pak Widodo yang disebutnya sebagai “guru kehidupan” dalam dunia pendidikan masyarakat.
“Pak Widodo adalah tokoh sentral dan inspirasi kami semua. Beliau mengajari bagaimana mengelola pendidikan nonformal, membangun kepercayaan masyarakat, dan merintis program dari nol,” tutur Jumini.
Selama 25 tahun menjadi Pamong Belajar, Jumini menyaksikan langsung transformasi SKB Blora melalui lima periode kepemimpinan: Widodo, Sarjono, Ripanto, Nuril, dan sejak tiga tahun terakhir, ia sendiri melanjutkan tongkat estafet sebagai kepala lembaga.
Tiga Pilar Utama: PAUD, Kesetaraan, dan Vokasi
Kini, SKB Blora telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang memayungi tiga program utama, yakni Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Kesetaraan, dan Pendidikan Vokasi. Ketiganya dirancang berbasis kebutuhan masyarakat dan inklusif untuk semua kalangan.
Program PAUD melayani anak usia dini melalui Kelompok Bermain (0–4 tahun), Taman Kanak-Kanak (4–6 tahun), serta dua unit Tempat Penitipan Anak (TPA) dengan layanan fullday hingga pukul 15.00 WIB. Semua layanan terintegrasi dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) Dinas Pendidikan, bukti mutu dan kepercayaannya di mata publik.
Pendidikan Kesetaraan hadir dalam tiga jenjang: Paket A (setara SD), Paket B (SMP), dan Paket C (SMA).
Program ini menyasar warga yang putus sekolah, terutama Anak Tidak Sekolah (ATS). Tahun ini, tercatat 200 pendaftar baru, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya.
Menatap Masa Depan: Digitalisasi dan Akses Merata
Di usia ke-25 tahun yang akan datang, SKB Blora tengah bersiap menghadapi tantangan baru: digitalisasi. Upaya integrasi data dan pemanfaatan teknologi untuk menjangkau desa-desa pelosok mulai dirintis secara bertahap. Harapannya, layanan pendidikan nonformal dapat diakses lebih luas oleh warga yang selama ini terpinggirkan oleh sistem.
“Kalau bukan kita yang memperjuangkan pendidikan masyarakat, siapa lagi? SKB harus jadi wajah pendidikan yang merangkul semua,” tutup Jumini penuh optimisme.
Dari kepemimpinan Widodo yang membangun fondasi, hingga konsistensi Jumini yang merawat dan meneruskannya selama dua dekade lebih, SKB Blora adalah bukti bahwa pendidikan nonformal mampu menjadi gerakan perubahan sosial. Jumini, S.E. bukan sekadar kepala lembaga, ia adalah saksi hidup dan pelaku sejarah SKB—membawa sema-ngat belajar yang tak pernah padam hingga kini. (*)