PENCABUTAN rencana penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer di Blora tentu membawa kekecewaan yang mendalam, baik bagi masyarakat Blora, pemerintah daerah, maupun Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon.
Upaya untuk menghormati dan mengabadikan nama sastrawan legendaris asal Blora ini sempat mencapai tahap yang menggembirakan ketika nama Pram itu akan digunakan untuk menggantikan nama Jalan Sumbawa di Kota Blora.
Jalan Sumbawa sendiri memiliki nilai sejarah yang kuat karena mengarah langsung ke rumah masa kecil keluarga Toer.
Wacana penggantian nama Jalan Sumbawa menjadi Jalan Pramoedya Ananta Toer di Blora akhirnya menemui kendala. Sejumlah pihak menolak perubahan tersebut.
Kegelisahan ini sedikit terobati dengan kedatangan Menteri Fadli Zon ke Blora untuk menyematkan nama Pramoedya pada jalan baru yang menghubungkan Kelurahan Mlangsen dengan Beran. Namun sayang, lagi-lagi rencana penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer harus dicabut karena berbagai alasan.
Namun demikian, meskipun nama Pram belum bisa melengkapi nama jalan di Kota Blora, kehadiran Menteri Budaya Fadli Zon secara tidak langsung telah memberikan pengakuan terhadap Pramoedya Ananta Toer dengan karya-karya besarnya.
Bupati Blora, Arief Rohman, yang selama bertahun-tahun berjuang agar nama Pramoedya bisa diabadikan pada satu nama jalan di wilayah yang dipimpinnya, pasti merasakan kekecewaan mendalam. Namun, semangatnya dalam mengenang Pramoedya melalui karya-karya sastra yang telah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional patut untuk dihargai.
Meskipun kecewa karena batal menyematkan nama Pramodya di jalan baru, setidaknya niat baik dari pemerintah daerah untuk memberikan penghormatan yang pantas kepada putra terbaik bangsa ini patut mendapat apresiasi.
Pertanyaannya, apakah melalui penamaan jalan di Blora saja cukup sebagai pengakuan terhadap Pramoedya Ananta Toer? Tentu saja tidak. Masyarakat Indonesia, terutama yang mengagumi karya-karya sastra Pramoedya, sudah seharusnya melihat perjuangan ini sebagai awal dari langkah besar dalam menghormati kontribusi Pram terhadap dunia sastra, budaya, dan sejarah Indonesia.
Keberhasilan Pramoedya membawa nama Indonesia ke mata dunia harus menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah pusat untuk melakukan langkah lebih besar lagi, seperti menjadikan nama Pramoedya Ananta Toer sebagai nama jalan di ibu kota Jakarta atau bahkan sebagai nama gedung budaya yang berkelas nasional.
Karya-karya Pramoedya, yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, tidak hanya membawa Indonesia di panggung sastra internasional, tetapi juga memberikan pengaruh besar dalam memperkenalkan Indonesia kepada dunia.
Dunia mengenal Indonesia lewat tulisan-tulisan yang tajam dan penuh kritik terhadap ketidakadilan serta kesenjangan sosial yang ada. Dari putra daerah Blora hingga menjadi anak bangsa, Pramoedya tidak hanya menulis tentang perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga tentang kemanusiaan dan kebebasan berpikir, dua hal yang sangat relevan hingga hari ini.
Sudah saatnya kita memandang Pramoedya Ananta Toer bukan sekadar sebagai seorang sastrawan asal Blora, tetapi sebagai salah satu pahlawan nasional yang kontribusinya tidak dapat diukur hanya dengan sebuah nama jalan.
Pram adalah figur yang melampaui batas-batas lokalitas dan menjadi bagian dari kebanggaan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Keberhasilan Indonesia di mata dunia sastra dan budaya tidak lepas dari kontribusinya, dan sebagai bangsa, kita harus memberi penghargaan yang sebanding.
Sekali lagi, kehadiran Menteri Budaya di Blora, meskipun tidak diiringi dengan peresmian nama jalan, sudah memberikan sinyal positif tentang pengakuan negara terhadap Pramoedya Ananta Toer. *