WARGA Desa Jurangjero, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, baru-baru ini terlibat dalam insiden kerusuhan dengan karyawan PT KRI, sebuah perusahaan tambang batu kapur yang beroperasi di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang. Kejadian tersebut dipicu oleh dugaan pencemaran udara yang dihasilkan oleh aktivitas tambang yang merambah ke wilayah Kabupaten Blora. Meskipun kedua kecamatan terletak di dua kabupaten berbeda, Gunem dan Bogorejo berbatasan langsung, menyebabkan dampak pencemaran udara yang dirasakan di Desa Jurangjero.
Warga Jurangjero sebelumnya telah melaporkan keluhan mereka terkait polusi udara ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blora, namun laporan tersebut tidak mendapatkan respons yang memadai. Kecewa dengan ketidakpedulian tersebut, sekelompok warga akhirnya memutuskan untuk mendatangi lokasi pabrik PT KRI di Rembang. Di lokasi ini, terjadi ketegangan antara warga dan karyawan pabrik, yang berujung pada keributan fisik. Dalam insiden tersebut, tujuh warga mengalami luka-luka, sementara dua di antaranya tertusuk senjata tajam yang diduga digunakan oleh karyawan PT KRI.
Setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian di Kabupaten Rembang menetapkan 23 warga Jurangjero sebagai tersangka dan mewajibkan mereka untuk melapor secara rutin. Meskipun insiden ini melibatkan warga dari Kabupaten Blora, Pemkab Blora terkesan tidak cukup sigap dalam menangani persoalan ini. Seharusnya, Pemerintah Kabupaten Blora dan Dinas Lingkungan Hidup Blora lebih proaktif dalam berkomunikasi dan mengajukan protes resmi kepada Pemerintah Kabupaten Rembang untuk segera menangani masalah pencemaran yang merugikan warganya.
Menurut banyak pihak, jika PT KRI terbukti melanggar peraturan lingkungan hidup dalam operasionalnya, maka tugas Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang untuk memberi teguran atau bahkan melaporkan temuan tersebut kepada pihak berwajib guna menghentikan kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan. Jika upaya di tingkat kabupaten ini tidak diindahkan, masalah ini seharusnya bisa diangkat ke tingkat provinsi atau kementerian terkait. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi Pemkab Blora untuk tidak mengambil langkah konkret dalam melindungi warga mereka.
Bila Pemkab Blora lebih peduli dan sigap dalam menangani masalah ini sejak awal, insiden tawuran antara warga Jurangjero dengan karyawan PT KRI tentu bisa dihindari. Tidak akan ada korban luka atau warga yang harus berurusan dengan hukum akibat masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan pendekatan lebih bijak dari pemerintah daerah. Pemkab Blora seharusnya hadir sebagai pelindung bagi warganya, bukan hanya sebagai penonton dalam permasalahan lintas kabupaten seperti ini.
Pada minggu lalu, Kepala Desa Jurangjero terpaksa mendatangi DPRD Blora untuk meminta bantuan terkait masalah yang dihadapi oleh warganya dengan Polres Rembang. Hal ini mengindikasikan bahwa warga Jurangjero merasa ditinggalkan dan tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya dari Pemkab Blora. Warga harus berjuang sendiri untuk mengatasi masalah polusi dan masalah hukum yang timbul akibat tindakan karyawan PT KRI. Ketidakpedulian Pemkab Blora dalam melindungi kepentingan warganya semakin jelas terlihat, menambah kekecewaan di kalangan masyarakat setempat. (*)