Mata Siswa Luka Terkena Panahan pada Jam Istirahat, Kepala SDN Mintobasuki 02 Lepas Tanggung Jawab

By: Andika S.C

Korandiva – .- perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan sekolah perlu mendapat pengawasan masyarakat dan harus disikapi dengan serius. Seperti yang terjadi di lingkungan sekolah SDN Mintobasuki 02 di Kecamatan , Pati. Se-orang murid kelas tiga SDN Mintobasuki 02 berinisial F mengalami cidera cukup serius di bagian retina mata hingga menjalani di Soewondo Kamis (17/10/2024).

itu terjadi Rabu (16/10/2024) pada jam istirahat sekolah. F sempat kesakitan setelah sebuah anak panah mainan menerjang matanya. Diduga panah terlempar dari tangan temannya berinisial Z, padahal sudah mengaku ketakutan saat panah mainan itu diarahkan kepadanya.

Terlepas ada unsur kesengajaan atau tidak, peristiwa seperti ini diharapkan tidak terulang, dan pihak sekolah berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman serta dapat mencegah terjadinya intimidasi, kekerasan seksual, dan perundungan.

Yang membuat ironis dalam kejadian ini adalah reaksi dari pihak sekolah, khususnya kepala sekolah SDN Mintobasuki 02, Mustofa yang seolah-olah hendak lepas tanggung jawab dengan dalih kejadiannya di luar kegiatan belajar mengajar (KBM).

Pada Senin (21/10/2024) orang tua korban bernama Joko Suprapto mendatangi sekolah untuk meminta pertanggungjawaban pihak sekolah dan orang tua Z yang melukai korban.

Di depan orang tua korban, Mustofa mengaku tidak bisa berbuat banyak karena kejadiannya di luar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). “Sekolah tidak mungkin bisa mendampingi siswa sampai hal sekecil itu,” ujarnya.

Baca Juga:  Polsek Kradenan - Blora, Monitoring Gerakan Seribu Vaksin di Dua Desa

Jika kejadian seperti ini dianggap kecil dan bukan tanggung jawab pihak sekolah, lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas peristiwa yang mengakibatkan siswa masuk rumah sakit?
Orang tua korban sempat bertanya, apakah ranah KBM hanya terbatas pada kegiatan belajar mengajar di dalam kelas? “Padahal peristiwa yang menimpa anak saya terjadi di dalam lingkungan sekolah dan pada jam istrirahat sekolah di sela-sela KBM,” keluhnya.

Setelah didesak oleh orang tua korban, Mustofa menyampaikan bahwa dalam hal ini pihak sekolah akan mecoba berunding dengan para guru serta Kabid Pembina SD untuk mencari solusi dari kasus ini.

Di sisi lain, kepala sekolah telah membuat instruksi kepada semua wali kelas untuk mengumpulkan iuran sebesar lima ribu rupiah per anak, dan sudah terkumpul tujuh ratus ribu rupiah dan sudah diserahkan kepada korban.

Namun upaya pengobatan untuk mata korban ternyata harus melalui tahap yang lebih serius bahkan direncanakan dirujuk ke RS yang lebih besar di Kota .
Menyikapi hal ini orang tua korban merasa semua pihak yang terlibat harus ikut memikirkan bagaimana dengan kondisi fisik dan mental dari putranya. Sementara ini dibuat kesepakatan, bahwa biaya operasi ditanggung oleh orang tua dan biaya kontrol ditanggung pihak sekolah.

Selain dari masalah pengobatan fisik, korban juga butuh pendampi-ngan terkait mental yang sempat down dikarenakan mengalami pembullyan terkait kacamata yang dikenakan adalah hasil pemberian orang tua pelaku.

Baca Juga:  Di Luar Blora

Disini semua pihak harus menyadari bahwa tidak ada seorang pun anak yang menginginkan di posisi korban, jadi sudah menjadi kewajiban semua pihak untuk memikirkan bagaimana mental korban ke depan.

Hingga berita ini diturunkan pihak korban masih berharap ada reaksi dan respon dari kepala sekolah atau Dinas dan dinas terkait sebagai bentuk kepedulian atas apa yang terjadi dalam lingkungan sekolah.

Kasus ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah dan Dinas Pendidikan untuk mencari solusi bukan mencari alasan karena kasus ini di luar KBM. Ironis jika satuan pendidikan menganggap kasus kenakalan anak adalah hal kecil atau biasa.

Keseriusan satuan pendidikan (sekolah) harusnya ditunjukkan dengan segera membentuk tim khusus dalam menangani dan mencegah bullying seperti ini. Pihak sekolah bisa bekerja sama dengan dinas terkait bahkan ke jejaring perlindungan anak daerah atau komisi perlindungan anak (KPAI) untuk bagaimana melindungi hak-hak anak khususnya di lingkungan sekolah sehingga tidak terjadi ‘kesan' lepas tanggung jawab.

Kasus kekerasan seperti ini sudah seharusnya menjadi perhatian bersama oleh satuan pendidikan dan harus disikapi dengan sangat serius dengan melibatkan semua yang terlibat termasuk orang tua dan lingkungan serta semua instansi yang turut bertanggungjawab pada penanganan dan penanggulangan hingga untuk kasus serupa tidak terjadi di masa depan. (*)