Berebut Nahdliyin

PEMILIHAN Bupati 2024 diprediksi akan menjadi ajang pertarungan sengit dalam merebut suara warga (NU), Nahdliyin. Mengingat, basis NU di wilayah ini tak bisa dipandang sebelah mata.

Kandidat yang berlaga, baik petahana maupun penantang, dipastikan akan berlomba-lomba meraup dukungan dari Nahdliyin. Sebab, Nahdliyin disebut memiliki pengaruh besar terhadap hasil .

Arief Rohman yang merupakan petahana, memiliki basis massa yang cukup besar di dalam struktur NU, yang mewadahi hingga santri itu. Arief adalah putra K.H. Ali Muchdhor, pemilik pondok pesantren (Ponpes) Ponpes An-Nur Seren yang menjadi pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Blora sejak tahun 1986.

Kubu penantang pun seolah sengaja menggandeng Nahdliyin untuk memecah suara. Hal ini dilakukan PDIP bersama PPP.
Hadirnya H. Abu Nafi yang mantan wakil bupati Blora periode 2010-2015, dan juga pernah menjadi Ketua PCNU Blora memungkinkan untuk memecah suara sang petahana Arief Rohman.

Baca Juga:  Tuntut Revisi UU Desa, Ratusan Kades Asal Blora Geruduk DPR RI

Langkah PDIP – PPP mengusung pasangan Abu Nafi-Andika Adikrishna (ABDI) selain membuat peta baru dalam kontestasi Pilkada Blora, kedua parpol tersebut juga mengusung figur yang mampu sedikit mengganggu lumbung suara Arief Rohman, terutama di kalangan Nahdliyin.

Dengan ikutnya Abu Nafi dalam Pilkada Blora, paling tidak akan menggoyah puncak dari elektabilitas pasangan Arief Rohman-Sri Setyorini (ASRI). Karena pendukung dari Arief nanti kemungkinan akan terganggu oleh grass root PPP, dan juga grass root Mbah Abu yang memiliki area yang sama dengan pendukung Gus Arif.

Di sini kita melihat bahwa representasi Nahdliyin itu menjadi sebuah area untuk berkompetisi di antara mereka berdua.
Akan tetapi jika melihat peta pendukung masing-masing calon sekaligus kehadiran mesin politik, memang mesin politik Indonesia Maju (KIM) plus yang berada Blora, masih menghadirkan sebuah kekuatan besar untuk mengusung pasangan ASRI.
Dengan begitu, Arief-Setyorini dapat diprediksi memiliki elektabilitas lebih tinggi dibandingkan pasangan Abu-Andika.

Baca Juga:  PWRI Blora: Tetap Sejuk di Tempat Panas, Tetap Manis di Tempat Pahit

Tinggal bagaimana mesin politik PDIP dan PPP akan bekerja maksimal dalam beberapa pekan ke depan, dalam memenangkan pasangan calon yang diusung.
Karena kalau diperhatikan, kemungkinan Mbah Abu tidak akan sekuat ketika bertarung pada Pilkada 2010. Artinya, dukungan Nahdliyin Blora belum tentu secara utuh masuk ke Abu Nafi.

Kenapa? Abu Nafi yang pada Pemilu Februari 2024 perolehan suaranya jauh -run, dibanding ketika Pemilu 2019 yang mampu mengantarnya sebagai anggota Propinsi Jawa Tengah.

Juga PDIP yang perolehan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2024 juga merosot, apakah mesin politik, beserta para relawan nya masih mampu bergerak optimal?
Kehadiran tokoh-tokoh di balik koalisi yang mengusung Arief dan Setyorini masih relatif kuat apabila dibandingkan kehadiran tokoh-tokoh yang berada di kubu Abu-Andika.
***