Ada temuan mengejutkan pada APBD Blora Tahun 2023, yaitu anggaran honor narasumber untuk anggota dewan yang besarannya mencapai miliaran rupiah.
Honor narasumber? Ya, maksudnya jika seorang anggota dewan hadir untuk menyampaikan informasi pada kegiatan pemerintah maka akan mendapat honor.
Melaui video Tik Tok, salah seorang wakil rakyat mengakui bahwa honor untuk narasumber seorang anggota dewan adalah Rp 1 juta per jam. Diperkuat pernyataan kepala Dinas Pendidikan, untuk Tahun 2023, honor narasumber DPRD dianggarkan sebesar Rp 10 miliar. Berapa anggaran narasumber pada dinas yang lain? Tentunya bervariasi. Padahal, Yang terhormat para wakil rakyat setiap bulannya sudah mendapatkan hak berupa Gaji plus Tunjangan yang besarannya di atas 30-an juta per bulan tiap anggota.
Ternyata anggaran honor untuk narasumber DPRD ini sudah ada sejak Tahun 2021. Dari pengakuan beberapa anggota dewan ada yang bisa mengantongi 100 juta hingga 600 juta dalam satu tahun anggaran. Cukup fantastis.
Tentu saja anggaran ini mendapat sorotan tajam dari publik Blora hingga mengundang pertanyaan, keprihatinan serta kritikan keras dari banyak kalangan.
Meskipun ketua dewan berdalih bahwa honor narsum buat wakil rakyat ini sudah sesuai regulasi, akan tetapi publik merasa seharusnya Yang Terhormat anggota dewan juga mempertimbangkan banyak hal dalam memutuskan kebijakan terkait uang rakyat.
Cukupkah regulasi sebagai acuan dalam ploting anggaran? Apakah tidak ada pertim-bangan prioritas anggaran? Apakah masalah prioritas di Blora sudah cukup mendapat-kan anggaran? Bukankah fak-tanya Blora masih rekor dalam kemiskinan, pengangguran, gizi buruk yang tinggi di atas angka Nasional dan Propinsi.
Lalu apakah soal laten di Blora, yaitu infrastuktur jalan yang buruk sudah selesai? Sudah selesai dengan skema pinjaman daerah plus hibah kabupaten sebelah? Atau memang sudah disepakati selesai masalahnya dengan skema menurunkan status jalan yang rusak di down grade statusnya dari milik kabupaten menjadi milik desa. Apakah wakil rakyat tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. bahwa di bawah sedang marak lomba memancing dan menanam pohon di jalan-jalan rusak?
Termasuk apakah patut, wakil rakyat yang sudah dimanjakan bermacam PAD alias Pendapatan Anggota Dewan, lalu melupakan nasib ribuan honorer yang rela masuk kerja tiap hari dan hanya mendapatkan honor 150 – 250 ribu perbulan? Catat!!! perbulan lho, bukan 1,4 juta per jam.
Kesan egois dan tidak empati muncul sangat kuat, karena wakil rakyat secara terbuka dan terus ngeyel, menyatakan bahwa ini sudah sesuai aturan. Kentara sekali mereka hanya mementingkan diri sendiri. Serta memanfaatkan kewenangan budgeting yang mereka miliki untuk mengeruk uang rakyat demi memperkaya diri.
Terakhir, Apakah semua wakil rakyat punya kapasitas sebagai Narasumber sehingga pantas mendapatkan Honor besar? Ingat lho dengan tarif perjam. Kok kayak pemandu karaoke ya?
***