KUDUS. – Aksi penyegelan kandang ayam di Desa Glagah Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, oleh Sat Pol PP pada Selasa (23/03/21) bisa dibilang berlebihan, bahkan cenderung arogan.
Turut serta dalam rombongan Satpol PP pada hari itu diantaranya, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas DPKLH, Dinas Perijinan, Polsek dan Koramil, serta Bakum Setda Kabupaten Kudus.
H. Imam Sofii selaku pemilik kandang ayam melalui kuasa hukumnya, Triswadi menyebut tindakan Sat Pol PP dalam penyegelan kandang dinilai berlebihan karena disertai pengeluaran ayam secara paksa hingga mengakibatkan hampir 2.500 ekor ayam mati.
“Pengeluaran ayam secara paksa dari kandang membuat ayam stres hingga banyak yang mati. Jelas ini sangat merugikan klien saya secara materiil,” ujarnya.
Beda jika berurusan dengan benda mati. Menurut Triswadi dalam proses pengosongan kandang yang di dalamnya masih terdapat ternak ayam yang masih hidup, diperlukan penanganan khusus,” paparnya.
Mestinya, lanjut Triswadi, masih banyak cara dalam penegakan hukum, tanpa harus mengeluarkan ayam dengan cara paksa–yang menambah kerugian materi.
“Tidak bisa dibenarkan. Dalam kegiatan penyegelan dan penyitaan barang, aparat penegak hukum tidak dibenarkan mengurangi atau menghilangkan nilai ekonomi barang sitaan,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, permasalahan yang muncul pada akhir Tahun 2019 silam ini, berawal dari surat pengaduan warga ke Kades Glagah Kulon Nomor: 660.3.2/66/32.08.6/2019, tanggal 19 Desember 2019 yang ditembuskan ke instansi terkait serta BPD Desa Glagah Kulon.
Karena diduga ada tanda tangan yang dipalsukan dalam surat pengaduan warga tersebut maka Triswadi mewakili kliennya melaporkan ke Polda Jateng pada 29 Januari 2021.
“Bila mengacu pada surat aduan warga yang diikuti surat peringatan sampai dengan SP ke-7, maka pelaksanaan eksekusi pada tanggal 23 Maret ini belum berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Triswadi juga menjelaskan, bahwa kliennya yang bernama H. Imam Sofii sudah taat hukum karena dalam katogeri parent stok. Dalam PP Menteri No.5 Tahun 2019 tentang peternak rakyat, bahwa populasi ternak yang ternak dijinkan 12.100 ekor.
“Padahal klien saya hanya 3.800 ekor, artinya klien kami kategori peternak rakyat yang perlu dibina oleh pemerintah,” katanya.
Atas kejadian ini, Triswadi mengaku akan menempuh upaya hukum melalui PTUN Semarang, dan perbuatan melawan hukum atas produk hukum dan perbuatan Ka Satpol PP.
“Secara hukum ini di luar protap, karena itu kami akan tindak lanjuti terkait kerugian ini,” tambahnya. (*)