Pemalsuan Dokumen

harus dilakukan oleh semua pihak, dan aparat penegak hukum () harus memberikan contoh yang baik. Jangan sampai mereka mencederai hukum itu sendiri. APH diharapkan berperilaku terpuji. Harapan itu seharusnya dapat dipenuhi karena tugas penting APH adalah menjadi contoh. Polisi, jaksa, dan hakim diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat dalam hal penegakan hukum.

Dalam pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh dan perangkatnya terkait seleksi Perades, APH di telah memberikan contoh buruk dengan mengabulkan permohonan para untuk bisa menikmati fasilitas tahanan rumah dengan segala alasannya. Dikhawatirkan, yang begini ini akan menjadi preseden, menjadi permulaan untuk ditiru dan dicontoh oleh para putra hukum lainya nanti.

Pemalsuan dokumen itu juga pelanggaran hukum dan perbuatan jahat karena ada pihak lain yang dirugikan. Tetapi dalam kasus , APH di Blora cenderung melindungi dan bahkan ingin membebaskan para pelakunya dari jerat hukum. Tuntutan jaksa yang relatif rendah dari ancaman hukumannya, seolah memberi peluang besar kepada hakim untuk berani menjatuhkan bebas.

Baca Juga:  Penyesuaian Pandemi, ASN Diminta Maksimalkan Digitalisasi Pelayanan Publik

Bila hal itu sampai terjadi, maka jangan heran jika nantinya banyak masyarakat, perangkat, dan bahkan yang lebih berani lagi untuk melakukan pemalsuan dokumen. Dan hal itu sudah terjadi, pekan lalu ada seorang aparat sipil negara () mendatangi untuk melaporkan seorang anti dengan tuduhan .

Melihat kronologisnya hal itu sah-sah saja, karena sang pelapor merasa dirugikan dengan pernyataan terlapor dalam sebuah media massa. Tapi anehnya, pelapor yang masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dengan Kepala Bidang itu dalam laporan ke polisi malah memalsukan identitasnya.

Di dalam blangko surat pengaduan polisi, pejabat bernama Dwi Edy Setyawan itu pada kolom pekerjaan disebutkan sebagai “wiraswasta”, bukan ASN atau PNS. Masak ada seorang wiraswasta mengadukan aktivis anti korupsi? Dan, yang masih menjadi tanda tanya, apakah petugas di Polres Blora juga tidak minta kepada yang bersangkutan untuk menunjukkan identitasnya.

Baca Juga:  Bersama Petugas BPP Kecamatan Ngawen, Poktan Sejahtera Laksanakan Gerdal WBC di Desa Gedebeg

Pemalsuan identitas Pekerjaan memiliki sanksi tak ubahnya memalsukan : Menikah/Belum Menikah. Dan, dalam pasal 378 KUHP identitas bisa dikenakan hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Yang bersangkutan dalam melapor atau mengadu selaku Kepala Bidang Pemerintahan Desa tentunya sudah melalui persetujuan kepala , dan sebagai ASN Blora yang bersangkutan juga sudah mendapatkan restu dari bupati. Kalo sudah prosedural seperti itu, kenapa masih harus memalsukan identitas pekerjaannya?

Semoga saja yang bersangkutan tidak berprinsip, bahwa tindakan pemalsuan identitas atau pemalsuan dokumen adalah hal yang sudah biasa dan tidak memiliki konsekwensi hukum, toh pelakunya bisa bebas dari jerat hukum seperti dalam kasus pemalsuan SK yang sekarang disidangkan di . ***