Gus Mus adalah “Kiai yang Nyeni”

DI Indonesia, sedikit sekali sastrawan yang berasal dari kalangan . merupakan salah satu dari yang sedikit itu. Kiai yang akrab dipanggil ini sangat piawai dalam menghasilkan karya sastra.

Gus Mus lahir pada 10 Agustus 1944 di , Jawa Tengah. Ia dibesarkan dari keluarga yang patriotis, intelek, progesif dan juga kasih sayang. Ayahnya KH Bisri Musthafa adalah seorang orator yang ulung. Ia dapat menjadikan hal yang sulit untuk dimengerti menjadi mudah dicerna semua kalangan baik orang kota, maupun desa. Kakeknya, KH Zaenal Musthofa merupakan pendiri dari Taman Pelajar Islam atau yang lebih dikenal saat ini sebagai Roudlotut Tholibin.
Menimba ilmu dari dua pesantren, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak selama empat tahun. Setelah itu, beliau melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Berbekal ilmu yang ia pelajari selama hidupnya, karya Gus Mus sangatlah banyak. Karya-karya ini tidak hanya dari satu jenis, melainkan dari berbagai jenis. Katakanlah seperti esai, puisi, cerpen, bahkan Gubahan Humor merupakan jenis yang ia tekuni dan setiap jenis nya tidak menghasilkan satu atau dua karya, melainkan lebih dari tiga karya di setiap jenisnya. Tak heran beliau dijuluki dengan “Kiai yang Nyeni” karena banyaknya karya yang ia hasilkan.
Sejak muda, Gus Mus gemar menulis. Beliau sering berkompetisi dengan kakak nya yaitu KH. M. Cholil Bisri. Tulisan-tulisan beliau sudah banyak yang dimuat berbagai media massa termasuk Kompas. Selain itu, ia juga berbakat dalam mementaskan puisi hingga pada pentas puisi yang pertama nya pada tahun 1980-an telah menuai banyak pujian dan beliau segera dikukuhkan kehadirannya sebagai “bintang baru” dalam dunia kepenyairan Indonesia.
Karena dedikasinya dalam bidang sastra, Gus Mus banyak menerima undangan dari berbagai negara. Undangan seperti menghadiri perhelatan puisi di Baghdad. Kemudian ia juga menghadiri seminar di berbagai negara seperti Universitas Hamburg Jerman, Universitas Malaya (), Belanda, Perancis, Jepang, Spanyol, Kuwait, dan Saudi Arabia.
Saat ini, beliau menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin Leteh, Rembang, meneruskan dari pesantren yang didirikan oleh kakeknya. Selain itu, beliau juga bekerja sebagai penasihat di Majalah Cahaya Sufi dan AL-Mihrab . (*)

Baca Juga:  Di Tengah Panen Raya, Pemerintah Canangkan Impor Beras

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *