TANPA sadar, proses seleksi perangkat desa (Perades) di Kabupaten Blora telah mempertontonkan kehebatan seorang kepala desa. Kekuatan raja kecil ini ternyata tidak hanya bisa menundukkan warga di desanya, melainkan juga mampu melemahkan kekuatan para pimpinan daerahnya.
Dimulai dari isu adanya jual beli jabatan yang disertai perbuatan Korupsi Kolusi serta Nepotismen (KKN) dalam proses rekrutmen perangkat desa yang jelas-jelas nyata, ternyata Bupati selaku kepala daerah tidak berani menegurnya.
Bahkan pelantikan Perades yang dilaksanakan secara diam-diam pertanda ada yang disembunyikan, bupati pun tetap saja membiarkannya. Istimewa.
Pimpinan dan anggota dewan yang biasanya galak serta garang jika berhadapan dengan kepala desa bermasalah, dalam kasus Perades para wakil rakyat di Blora lebih memilih diam seribu basa. Bagi kepala desa, yang seperti ini juga termasuk istimewa.
Begitu pun ketika ratusan kepala desa dilaporkan ke Polisi dan Kejaksaan, aparat penegak hukum sepertinya tidak terlalu agresif dalam meresponnya. Setelah mendapat banyak desakan, dari ratusan Kades terlapor baru satu dua yang ditingkatkan statusnya dalam penyelidikan. Sekarang ini ada beberapa Kades yang diberi label “tersangka”, dan dua diantaranya sudah mulai menjalani proses hukum.
Tersangka dalam kasus pidana dengan pasal apapun, jika tuntutannya di atas lima tahun biasanya langsung ditahan di Rutan. Namun untuk tersangka kasus Perades di Blora, dengan berbagai alasan dan pertimbangan Polisi hanya menetapkannya sebagai tahanan rumah. Istimewa lagi.
Tak ingin lama-lama memegang bola panas, Polisi pun segera melimpahkan para tersangka kasus Perades ke lembaga Kejaksaan untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
Di Kejaksaan pun sama, walaupun berkas-berkasnya sudah lengkap, para tersangka cukup menjalani tahanan rumah. Alasannya, dulu waktu ditangani Polisi mereka juga tidak ditahan. Sangat istimewa.
Minggu lalu para tersangka sudah mulai disidang di Pengadilan Negeri Blora. Sebagian besar pengamat berharap Hakim memiliki sikap dan pendirian yang berbeda. Tetapi, walaupun sudah mengetahui salah satu tahanan rumah ada yang jalan-jalan ke Jakarta, Yang Mulia ternyata hanya memberikan teguran. Dan status tersangka masih tetap saja sebagai tahanan rumah. Ruarrr biaasa istimewanya.
Ibarat minum Susu panas, para tersangka kasus Perades di Blora seolah masih mendapat tambahan Telur dan Madu ke dalam gelasnya. Selain menyehatkan, Susu Telur Madu memang nikmat, walaupun harganya mahal.
Sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan hukum yang ada.
Sekarang masyarakat tinggal menunggu proses peradilan yang panjang melalui persidangan. Semoga majelis hakim Pengadilan Negeri Blora bisa melaksanakan persidangan dengan adil, transparan dan profesional.