Haryono : Sengkarut PTSL Itu Karena Kebutuhan Munculah Kepentingan

BOJONEGORO –

Ditengah upaya pemerintah pusat dalam memberikan kepastian hukum keberadaan tanah warga, tentu implementasi dalam tataran pelaksanaan masih memunculkan masalah yang terkadang membuat kita menebas dada. Hal itu kembali lagi soal uang dan uang. Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/), Menteri Dalam Negeri serta Menteri Desa, Daerah Tertinggal & Transmigrasi Nomor : 25/SKB/V/2017, tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Dalam keteranganya kepada korandiva.co, Haryono menyebutkan, Jika ada yang melebihi dari SKB tiga Menteri (Rp.150.000;) dalam pengurusan PTSL dapat dipastikan itu tidak benar. “Biaya pembuatan PTSL sebesar Seratus Lima Puluh Ribu itu sudah fix, tidak ada tambahan lagi, jika ada yang melebihi itu dipastikan tidak benar, ini harus tersosialisasikan kepada masyarakat melalui desa, sebetulnya PTSL ini kan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, artinya nya tidak terlalu berbelit-belit,” terangnya.

Menurut pria yang juga direktur Seminarl Foundation sebuah yayasan yang fokus dalam bidang advokasi masyarakat, seharusnya kalau penambahan biaya itu, ada kaitannya dengan legalitas atau atas hak awal, akan tetapi kalau programnya dari segi pemetaan atau pengukuran tidak ada pembiayaan sesuai dengan keputusan tiga menteri,” ucapnya.

Baca Juga:  Menjaga Keselamatan Bersama di Jalur Pipa Lapangan Banyu Urip

Dengan demikian, kalau masyarakat dengan ini dibuat susah, lanjut Haryono,” itu sudah tidak sesuai dengan harapan Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden. Karena acuannya sudah ada namanya PTSL tidak berbelit-belit, ini program Pemerintahan Jokowi, agar Reformasi Agraria berjalan, jadi seluruh lahan-lahan yang ada di wilayah yang dikuasai masyarakat itu bisa tersurat dan dapat diketahui secara rinci dengan tertib,” katanya.

Dalam kesempatan itu pula Haryono mempertegas ucapanya, acuan pembiayaan pembuatan PTSL sebesar Rp.150.000; sebab penambahan biaya diluar itu tidak ada aturannya, dan itu bagian dari Pungutan Liar ().

Acuan utama pembiayaan PTSL harus kepada SKB Tiga Menteri, yaitu Rp.150.000; akan tetapi ada biaya lain yang timbul itu sifatnya opsional, artinya tidak harus ditargetkan harus sekian, karena tidak ada dasar hukumnya, kalau terjadi itu bagian dari pungli. Nanti kedepanya harus tersosialisasikan, kalau ada hal lain yang berkaitan dengan program PTSL besar biayanya ini yang tidak benar, nanti ini kena lagi Kepala Desanya,” tegasnya.

Baca Juga:  Diduga Keracunan Gas Amonia Saat Bersihkan Sarang Walet, Dua Pekerja di Bojonegoro Pingsan

Haryono merasa prihatin serta khawatir, akan ada birokrat terbawah menjadi penghambat capaian Program Pemerintah Pusat.
“Kita prihatin, tidak akan tercapai harapan yang diprogramkan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Program Presiden, jangan-jangan birokrat terbawah ini malah menjadi penghambat. Program yang baik itu kok saya lihat malah dibalut dengan kepentingan mencari keuntungan. “Jangan karena masyarakat sangat membutuhkan lantas menciptakan terobosan untuk mengeruk keuntungan,” tegasnya.

“Bagaimana tidak, siapa yang tidak butuh lahanya diberikan legalitas hingga ada kepastian hukum tentang kepemilikanya. Tapi jangan lantas hal itu dijadikan justifikasi adanya pungutan-pungutan lain diluar SKB tiga menteri. Ayolah berangkat dengan kesadaran sebagai pelayan masyarakat, jangan lantas bersembunyi dibalik kesepakatan yang seakan membenarkan biaya PTSL diluar SKB Tiga Menteri itu Syah adanya,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *