Korandiva-BLORA.— Matahari belum terlalu tinggi ketika Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto melangkah di atas hamparan tanah kosong di Kelurahan Mlangsen, Sabtu (29/11/2025). Lahan berdebu itu kelak berubah menjadi Kantor Imigrasi Kelas I Non-TPI Blora, sebuah fasilitas yang selama bertahun-tahun hanya menjadi harapan bagi warga.
Namun bagi Agus, yang lahir dan tumbuh besar di Blora, proyek senilai Rp75 miliar ini bukan sekadar pembangunan fisik. Ada pesan yang ia bawa pulang: uang negara yang turun ke daerah harus kembali menghidupi ekonomi masyarakat Blora sendiri.
Di hadapannya, Kakanwil Imigrasi JAWA TENGAH, Haryono, memaparkan rencana teknis pembangunan. Ia menjelaskan bahwa lahan perlu dipadatkan sekitar dua meter untuk memastikan fondasi bangunan aman. Belum selesai pemaparan, Agus langsung menambahkan penekanan yang menjadi inti dari kunjungannya.

“Mebeling harus menggunakan mebel perajin Blora. Kontraktor dan bahan bangunan juga harus dari pelaku usaha Blora. Jangan dari luar,” tegasnya. Kalimat yang disampaikan mantan Wakapolri itu terdengar sederhana, namun mencerminkan komitmen kuat agar proyek ini menjadi motor penggerak ekonomi lokal.
Pembangunan Kantor Imigrasi Blora sendiri melalui proses panjang. Usulannya dikirim Agus kepada Menteri PAN-RB pada 15 Mei 2025, lalu disetujui melalui surat tertanggal 4 November 2025. Dua pekan berselang, keputusan pembentukan kantor baru itu ditetapkan melalui Keputusan Menteri Nomor M.IP-51.OT.01.03 Tahun 2025.
Di daerah, Bupati Blora Arief Rohman menyerahkan lahan hibah pada 19 November 2025. Sejak itu, pembangunan Kantor Imigrasi bukan lagi rencana di atas kertas, melainkan proyek yang siap berjalan.
Bagi sebagian pejabat pusat, peninjauan proyek di daerah mungkin menjadi aktivitas rutin. Tetapi bagi Agus, kunjungan ini adalah pulang ke rumah. Ia melewati masa kecilnya di Blora, menempuh pendidikan dasar hingga menengah di kota ini, sebelum kariernya membawanya ke berbagai penjuru negeri. Tak heran bila setiap kembali, ia kerap menyempatkan meninjau fasilitas publik, bahkan ikut menanam padi bersama petani.
Kali ini, ia membawa mandat yang lebih strategis: memastikan Blora memiliki simpul layanan keimigrasian yang kuat untuk mendukung mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Nilai proyek sekitar Rp75 miliar dinilai akan menggerakkan banyak sektor di Blora. Jika kontraktor, pemasok bahan bangunan, dan pengrajin mebel benar-benar berasal dari daerah, perputaran uang bisa dirasakan langsung oleh tukang batu, sopir pengangkut material, hingga pemilik warung di sekitar lokasi.
Bagi UMKM, momentum ini bisa menjadi peluang untuk memperluas omzet. Bagi tenaga kerja, proyek ini membuka lapangan pekerjaan baru.
Selain dampak ekonomi, manfaat pelayanan publik juga tak kalah besar. Selama ini warga Blora harus bepergian ke Pati atau BOJONEGORO untuk mengurus paspor. Jarak, biaya, dan waktu sering menjadi kendala bagi pelajar, pekerja migran, jamaah umrah dan haji, maupun pelaku usaha.
Kehadiran kantor baru akan memangkas semua itu. Dan jika Blora berkembang menjadi simpul agroindustri dan energi di Jawa Tengah, kantor imigrasi menjadi infrastruktur penting untuk mengawal arus tenaga kerja asing dan investasi agar tertib dan terdata.
Dari tanah kosong di pinggir kota itulah perubahan dimulai. Dan bagi Agus Andrianto, memastikan manfaat proyek kembali ke warga Blora adalah cara terbaik membalas tanah kelahirannya. (*)



