BOJONEGORO;
Ditengah harga komoditas pertanian yang terus naik, banyak petani menangkapnya sebagai peluang baru. Meraka lantas beralih dari menanam padi ke tanaman yang lebih memiliki nilai tambah. Salah satu yang melakukanya adalah Lasimin. Meski sudah tidak muda lagi, Pak Min biasa dia dipanggil terlihat gesit dan apa yang terucap selalu berdasarkan keilmuan. Di usianya yang sudah menginjak 63 tahun, Pak Min masih gemar membaca,” sejak muda saya suka sekali baca mas, segala macam yang ada tulisanya saya baca,” ucap Pak Min saat ditemui korandiva.co diwarungnya depan SMA Negeri Malo, Sabtu (09/07/2022)
Perawakannya yang sederhana dan bersahaja, membuatnya gampang berbaur dengan orang lain tanpa terkecuali. “Saya lama di sebrang pulau mas,” begitu ucapnya mengawali obrolan. Tambah Pak Min, perjalanan hidup kadang tidak bisa ditebak kemana kaki melangkah dan akan melakukan apa,” ceritanya sambil menikmati kretek yang ada dijemarinya. “Saya tidak sres itu sudah untung lho mas, bagaimana tidak, uang pesangon selama saya kerja menjadi Asmen PLN ludes untuk mensupport anak saya waktu ikut Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) Tanggir Kecamatan Malo tahun 2019 silam,” ingatnya.
Ketika korandiva.co berusaha mengorek lebih jauh berapa besaran yang dipakai mencalonkan anaknya dalam Pilkades, Pak Min menjawab singkat,” teramat besar mas. Biarlah itu menjadi cerita dan saya tetap harus bekerja. Bagi saya pantang hukumnya berpangku tangan. Tapi saat anak saya kalah dalam Pilkades, untungnya saya tidak sampai menjual sawah yang saya miliki,” sergahnya sambil terbahak.
Cerita Pak Min membuat miris bagaimana demokrasi di desa berjalan, sekedar untuk kalah saja harus bayar, apalagi yang menang, berarti bayarnya lebih mahal lagi. Sebuah catatan penting untuk selalu diingat. Tapi Pak Min lantas bangkit, dia memilih kembali mengolah apa yang dimilikinya, yaitu sawah. Dengan sedikit kemampuan yang ada, dia ketemu dengan Sudana, 52 tahun yang hampir 2 tahun ini mengembangkan kemitraan penanaman cabai. Jenis cabai yang dikembangkan adalah Imola rebon cabai lompong dengan masa tanam hingga panen hanya 3 bulan.
Pak Min, petani asal Desa Tanggir adalah salah satu pemilik lahan yang memilih bermitra, dengan luas lahan 2500 M². Awalnya memang saya ingin mencoba dulu mas,” ungkapnya. Setelah semuanya saya pelajari, saya segera lakukan pengolahan lahan, dan hasilnya silahkan mas nanti lihat sendiri. Luas lahan di Desa Tanggir yang digunakan untuk kemitraan menanam cabai adalah 3,5 Hektar, salah satunya milik Pak Min, yang lain adalah statusnya sewa,” ujar Sudana menjelaskan saat mendampingi Pak Min.
Lahan yang lain yang digunakan kemitraan ini ada di Desa Kliteh Kecamatan Malo. Nanti akan terus dikembangkan mas, sesuai permintaan perusahaan ABC yang menjalin kemitraanya dengan Koperasi Serba Usaha Podo Agung, yang berkantor di Desa Balenrejo Kecamatan Balen. Pemilik lahan menyediakan lahan dan pengolahannya, soal bibit, mulsa dan obat obatan di talangi oleh koperasi dengan sistem pembayaran nyicil sampai tanaman selesai panen. Hasil panen dibeli oleh koperasi dengan harga yang sudah disepakati sebelumnya. Jadi tidak ada yang dirugikan.
Setelah berbincang, Pak Min ajak korandiva.co menuju lahanya yang tidak jauh dari tempat kami ngobrol,” ayo mas kita keladang, nanti bisa dilihat sendiri bagaimana cabai cabai saya,”ajak Pak Min sambil membawa sprayer dipunggungnya. Setelah sampai diladang Pak Min, memang hasil tanamnya bisa dibilang berhasil, ketika ditanya, dengan harga cabai yang melambung, Pak Min bisa kaya dengan hasil tanam yang melimpah ini. Pak Min dengan tetap rendah diri menjawab,” banyak uangnya cabai ini mas, tapi belum cukup kalau untuk mencalonkan kepala desa kembali,” pungkasnya. (*)