Perajin aneka karakter celengan (wadah uang untuk menabung) di Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah bertahan di masa pandemi.
Produk kerajinan rumahan berbahan semen gypsum (semen putih) yang ditekuni oleh Derry Gudha Dharma (35) warga setempat itu terus berupaya menorehkan karya baik yang tidak semata meraup keuntungan untuk kelangsungan ekonomi rumah tangganya.
Tetapi juga berobsesi mengangkat potensi kerajinan desa Bangsri seiring dikembangkannya destinasi desa wisata kampung pelangi.
Derry, sapaan akrabnya, mengaku telah menekuni usahanya sekitar tiga tahun lalu.
“Saya mulai membuat kerajinan celengan berbahan gypsum ini sekitar tiga tahun lalu,” kata dia, Minggu (7/2) pekan lalu.
Ia mengerjakan aneka bentuk karakter berbagai ukuran celengan di rumahnya RT 04/RW 1 desa Bangsri.
“Untuk pemasaran selain online, juga saya promosikan langsung kepada warga. Bahkan sudah ada tenaga penjual, seperti di Alun-Alun Blora,” tambahnya.
Derry menyebut, dari bahan 1 karung tepung Gypsum (18 kg) mampu membuat aneka karakter celengan berukuran kecil sebanyak 80 hingga 90 buah. Sedangkan untuk ukuran sedang dan besar, menyesuaikan kebutuhan serta bentuknya.
“Setiap hari rata-rata mampu membuat 40 buah celengan berbagai karakter, seperti boneka doraemon, polisi, semar dan lainnya. Kemudian diwarnai dengan aneka warna cat sehingga menarik,” terangnya.
Hanya saja, kata dia, kebanyakan peminat lebih suka yang masih polosan (belum di cat), kemudian diberi warna sendiri.
“Seperti yang dijual di Alun-Alun Blora, yang polosan diminati. Kemudian pembeli mengecat sendiri. Saya sediakan cat aneka warna jika ingin mewarnai di tempat sambil menikmati suasana malam di Alun-Alun Blora atau di kampung pelangi dan di rumah kami,” kata Derry.
Harga celengan gypsum untuk yang polos (belum dicat) Rp 2.500,00 hingga Rp 6.000,00 per buah. Sedangkan yang sudah diberi warna bisa mencapai Rp 40.000,00 per buah untuk ukuran besar.
“Saya pilih semen gypsum karena warna dasarnya putih, sehingga tidak perlu mengecat warna dasar lagi seperti yang terbuat dari bahan tanah liat. Dengan demikian memudahkan warga atau pembeli jika ingin langsung memberi warna,” tambahnya.
Pada masa pandemi Covid-19, menurut Derry, omzet penjualan menurun. Namun itu tidak menjadi kendala untuk produksi.
“Iya memang omzet penjualan turun. Tapi saya tetap produksi. Ini kan tidak basi atau mudah rusak. Kendala lainnya, saat ini musim hujan, jadi proses pengeringan dengan sinar matahari juga berpengaruh,” jelasnya.
Derry mengaku belajar membuat celengan gypsum secara auotodidak. Sejumlah peralatan dan cetakan aneka karakter dimilikinya sendiri.
“Saya autodidak, saya punya alat dan karakter sendiri,” ucapnya.
Gayung bersambut, sejak dibukanya destinasi wisata kampung pelangi oleh pemerintah desa Bangsri, dinilai oleh Derry sebagai peluang usaha untuk memasarkan produksinya.
“Adanya destinasi wisata kampung pelangi di desa Bangsri ini menjadikan berkah dan peluang untuk mempromosikan celengan gypsum yang saya buat. Maka saya secara pribadi sangat mendukung adanya kampung pelangi sebagai destinasi wisata desa Bangsri,” ungkapnya.
Bahkan, kata dia, baru-baru ini, di rumah produksinya dijadikan sakah satu tujuan uji coba paket wisata desa yang dikunjungi.
“Bersyukur sekali, pengunjung senang, mewarnai celengan gypsum. Bahkan ada yang membeli lebih dari satu buah. Ini menjadi pemacu semangat saya dalam berkarya, terlebih di masa pendemi. Meski di rumah tetap berkerja,,” ujarnya. (*).