SETELAH kasus perangkat desa (perades) di Desa Talokwohmojo (Ngawen) selesai ditangani ombudsman, dan kasus perades di Desa Nginggil (Kradenan), Desa Beganjing (Japah), serta Desa Kentong (Cepu) diputus oleh Pengadilan Negeri Blora, ternyata masih ada kasus perades lain yang jadi persoalan.
Di Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora, Kepala Desa Jimbung dilaporkan ke Komisi Informasi Publik (KIP) oleh warganya. Pasalnya, Kades Jimbung menolak memberikan berkas pengisian calon perangkat desa yang di dalamnya berisi lampiran syarat-syarat para calon perades yang direkrut pada Tahun 2022 lalu.
Penolakan seperti yang disampaikan Kades di Balai Desa Jimbung pada 9 Agustus lalu bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, warga sudah memohon melalui surat namun diabaikan oleh Kades. Hingga akhirnya warga memohon ke Komisi Informasi Publik (KIP) Jawa Tengah di Semarang.
Dalam persidangan di KIP pemohon dimenangkan, namun Kades yang bersikukuh ingin merahasiakan isi berkas Perades menempuh banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hasil sidang di PTUN pun memenangkan warga, dan hal itu otomatis memperkuat putusan KIP. Namun karena masih ingin menutup rapat-rapat isi berkas perades, Kades Jimbung sekarang mengambil langkah baru dengan menempuh Kasasi.
Kenapa Kades Jimbung menolak memberikan berkas tersebut?
Sebagaimana diketahui, lampiran berkas calon perades itu berisi diantaranya SK pegabdian, seperti SK pernah mengabdi sebagai kepala desa, pernah jadi pengurus RT/RW, PKK, Hansip, Karangtaruna, dll. Dan, masing-masing SK itu memiliki nilai yang bisa menambah point penilaian masing-masing peserta test perangkat desa.
Jika tidak ada kejanggalan dalam berkas peserta perades, seharusnya Pak Kades terbuka saja. Tetapi dengan berusaha menutup-nutupi berkas perades patut diduga ada nilai pengabdian diantara perangkat desa yang sudah lolos dan sudah dilantik, yang tidak sesuai dengan fakta.
Tindakan Kades Jimbung sangat merugikan masyarakat yang ingin tau keterbukaan. Sesuai UU 14 Tahun 2008 pasal 51, 52, 53, apabila badan publik tidak memberikan informasi yag diminta dikenakan ancaman pidana dan denda. Karena ini termasuk pidana umum, masyarakat bisa melapor ke kepolisian.
Juga karena putusan tidak diindahkan, warga bisa melaporkan kembali ke PTUN. Selanjutnya Kades Jimbung bisa dilaporkan ke atasan kepala desa, mulai dari bupati, gubernur, hingga presiden.
Jika nanti ditemukan ada pemalsuan dokumen, maka bisa dibawa ke ranah hukum seperti nasib Kades Nginggil, Beganjing, dan Kentong yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen, dan sudah mendapat vonis dari Pengadilan Negeri Blora.
Mengingat sekarang kita berada di era keterbukaan dan transparansi, serta sudah ada Undang Undang yang mengatur tentang keterbukaan publik, sebaiknya para kepala desa dan pejabat publik lainnya jangan mempersulit informasi yang diminta masyarakat.
Selain agar jalannya pemerintahan bisa berjalan lancar, berkas perades yang diminta oleh masyarakat bukan kategori informasi yang dikecualikan.
***