YAYUN Jembar, warga Kelurahan Kedungjenar Kecamatan Blora juga mengomentari keberadaan Stafsus dan Tim Percepatan Pembangunan Daerah yang menurutnya, pembentukannya sudah melalui proses kajian. Karena sudah menggunakan anggaran dari APBD, maka otomatis juga sudah dapat persetujuan DPRD.
“Selaku masyarakat saya mempertanyakan munculnya Stafsus dan Tim Percepatan Pembangunan Daerah di Kabupaten Blora. Terus ada ndak di kabupaten lain, khususnya di Provinsi Jawa Tengah yang ada Stafsus dan TP2D-nya?” tukasnya.
Yayun juga menambahkan, 2 tahun yang lalu Staf Khusus Gubernur Jawa Tengah sudah dibubarkan. “Kalau di Blora Stafsus dan TP2D tidak dibubarkan, berarti itu kebijakan sak penake dewe (se-enaknya sendiri, Red),” ucapnya.
Sementara itu Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Blora Supardi menyampaikan, jika masyarakat ingin TP2D dibubarkan, wacana tersebut baiknya agar ditampung terlebih dahulu, agar tidak menjadi polemik lagi nantinya.
Menyoal pembentukan dan kinerja TP2D, ia menyampaikan bahwa hal tersebut adalah hak prerogatif Bupati.
“DPRD adalah wakil rakyat dan semua permasalahan di rakyat kita terima, cuma pada posisi ini lebih khusus TP2D itu hak prerogatif bupati. Mestinya TP2D konsultasinya dengan Bupati, kalau Bupati ini merasa perlu mengapa kita recoki,” tambahnya.
Ditanya lebih dalam soal perlu tidaknya keberadaan TP2D, Supardi kembali menyampaikan bahwa hal tersebut adalah sepenuhnya hak bupati, dan ia tidak ingin menimbulkan ketersinggungan.
“Intinya kita kembali pada poksi kita, kalau memang TP2D dirasa perlu oleh Bupati itu sah-sah saja,” tutupnya. (*)