“Kalau tidak segera ada tindakan nyata, kami akan mengajak warga dan pengusaha Cepu untuk beraudiensi dengan DPRD Blora,” ujar Dwi Aryo, Ketua LSM Tranparansi Cepu, Jumat (2/7) lalu.
Himbauan Pemkab Blora yang pernah disampaikan melalui Camat Cepu, agar pengelola proyek Bandara Ngloram menghentikan pengambilan tanah urug dari kuwari luar daerah ternyata tidak benar-benar dilaksanakan.
Ratusan armada dump truk bermuatan material tanah urug setiap hari melintas di atas jembatan Bengawan Solo, dari arah Bojonegoro menuju Ngloram, Cepu.
Pelaksana proyek mengaku tak berdaya menghadapi aksi premanisme oknum berinisial AG dan OP yang memerintahkan seluruh armada truk untuk tetap mengambil tanah urug dari kuwari di Desa Prangi, Padangan, Bojonegoro.
Dalam rapat kordinasi di Mapolsek Cepu pada Kamis (24/6) pekan lalu, Camat Cepu, Luluk Kusuma bersama Forkompincam menegaskan agar pelaksana proyek bandara Cepu melibatkan pengusaha lokal dan menggunakan tanah urug yang berasal dari wilayah Kabupaten Blora.
Karena tidak hanya Blora yang dirugikan, kegiatan tambang di Desa Prangi ternyata tidak setor pajak ke Pemkab Bojonegoro. Hal itu dikarenakan usaha tambang yang dikelola pengusaha bernama Sungkono itu belum memiliki izin lokasi maupun izin operasi untuk usaha kuwari.
Sungkono yang akrab disapa Katur ketika hendak ditemui wartawan, Rabu (30/6) lalu terkesan menghindar. Dan ketika dikonfirmasi perihal legalitas yang digunakan dalam kegiatan usaha tambang di Desa Prangi, melalui whatsapp (WA) dia malah menjawab dengan nada mengancam. Tidak hanya itu, Sungkono juga sempat membawa-bawa nama wakil bupati Blora.
“Klo sampean ngomong nak tak tuntut py”
“Kerjaan iku ada hub Karo bu Wabup Blora, mas”
Wakil Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati ketika dihubungi nomor HP-nya, Kamis (1/7) lalu tidak mau mengangkat.
Wanita yang pernah 2 periode menjadi anggota DPRD Bojonegoro itu juga enggan menjawab pesan pendek (WA) yang dikirim oleh wartawan. (*)