28.4 C
Blora

KLB MBG SMPN 1 Blora: Alarm Keras atas Pengawasan yang Lalai

Korandiva-BLORA.- Penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas dugaan keracunan massal menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMPN 1 Blora seharusnya menjadi titik balik yang serius. Bukan sekadar laporan formal, tetapi alarm keras bahwa ada kelalaian struktural yang dibiarkan berjalan hingga ratusan anak jatuh sakit.

Ketika 122 siswa mengalami mual, muntah, dan diare, yang terluka bukan hanya tubuh mereka, melainkan juga kepercayaan publik terhadap program MBG yang selama ini digadang-gadang sebagai ikon kebijakan gizi NASIONAL. Pemkab Blora telah menerima surat resmi dari Badan Gizi Nasional dan menetapkan KLB. Namun pertanyaan yang menggantung adalah: mengapa pengawasan tidak dilakukan jauh sebelum insiden itu terjadi?

Dapur penyedia SPPG Karangjati 1 baru dihentikan operasionalnya setelah kasus muncul. Padahal pemeriksaan akreditasi dapur, higiene dan sanitasi, SOP pengolahan, kebersihan peralatan, hingga tata distribusi adalah prosedur dasar yang semestinya dijalankan secara berkala—bukan setelah ada korban.

Saat ini, investigasi sedang berlangsung. Sampel makanan, muntahan, feses, hingga air minum telah dikirim ke laboratorium. Namun fakta bahwa sertifikat laik higiene dan SOP “sudah ada tetapi belum terpasang seluruhnya” memperlihatkan betapa pengawasan berjalan setengah hati. Anak-anak akhirnya seakan menjadi subjek eksperimen tanpa disadari.

Di balik angka 122 siswa terdampak—lima di antaranya dirawat, sisanya rawat jalan—muncul satu pertanyaan besar: di mana fungsi kontrol? Program MBG dirancang untuk menyehatkan, tetapi pelaksanaannya yang abai justru menimbulkan risiko kesehatan. Pemeriksaan mikrobiologi mungkin butuh waktu seminggu, tetapi kecemasan siswa dan orang tua tidak menunggu hasil laboratorium.

Baca Juga:  Malam Resepsi Kebersamaan, Warga Randublatung Rayakan Kemerdekaan

Wakil Bupati Blora, Sri Setyorini, yang juga Ketua Satgas Pangan, menegaskan komitmen penanganan dan Keterbukaan informasi. Itu penting. Namun transparansi harus diikuti langkah konkret, bukan hanya prosedur pascakejadian. Tim gabungan telah turun ke lapangan, tetapi publik menuntut jawaban: mengapa langkah-langkah itu tidak dijalankan sebelum menu MBG disajikan setiap hari?

Kasus ini memperlihatkan satu hal mendasar: program sebaik apa pun bisa runtuh jika pengawasannya lemah. Ini bukan sekadar kelalaian pada nasi kotak yang tidak dikemas rapi; ini menyangkut keselamatan anak-anak. Satu prosedur yang tidak dipatuhi, satu standar yang dikesampingkan, dapat berujung pada KLB.

KLB MBG di Blora harus menjadi titik koreksi, bukan hanya catatan insiden. Program gizi dirancang untuk memperkuat masa depan, bukan menghadirkan risiko baru. Dari peristiwa ini, satu pelajaran penting mesti ditegakkan: tidak boleh ada lagi abai dalam MBG. Karena ketika sistem gagal menjaga, pihak yang paling menderita selalu mereka yang paling tidak berdaya—anak-anak yang seharusnya dilindungi oleh negara. (*)

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait