Bertahan di Tengah Minimnya Dukungan, SD Katolik Blora Tetap Jalankan Pendidikan Inklusi

By: Bambang Hartono

Korandiva-.- Di sebuah ruang kelas sederhana di jantung Kota Blora, deretan bangku kayu tak hanya diduduki anak-anak dengan kemampuan belajar reguler, tetapi juga oleh siswa berkebutuhan khusus (ABK). Mereka belajar berdampingan, menggunakan papan tulis yang sama, mendengarkan guru yang sama, dan menyerap pengetahuan dengan cara yang berbeda.

Inilah nyata inklusif di SD Katolik (SDK) Blora, sekolah yang sejak 2008 berani membuka pintu bagi semua anak tanpa terkecuali. Meski diha-dapkan pada keterbata-san fasilitas, berhentinya dana, hingga minimnya guru, tetap konsisten menjalankan misi inklusi.

Tahun Ajaran 2025/2026, terdapat empat siswa ABK yang tersebar di kelas 1, 2, 3, dan 5. Mereka mengikuti kegiatan belajar bersama siswa reguler, dengan tambahan layanan terapi mingguan dan penilaian individual sesuai kemampuan masing-masing.

Kepala SDK Blora, M. Kusdianingrum, menjelaskan bahwa semangat inklusi di sekolahnya tumbuh dari keberanian menerima ABK secara alami.

“Kami berkomitmen memberikan kesempat-an belajar yang adil bagi semua anak,” ujarnya.
Pada awal pelaksanaan , SDK Blora sempat mendapat dukungan dana dan tenaga pendamping dari Dinas , serta Surat Kepu-tusan (SK) Bupati yang berlaku selama lima tahun. Namun, sejak 2013, seluruh bantuan terhenti. Sejak itu, seko-lah menjalankan program inklusi secara mandiri.

Meski fasilitas khusus yang dulu pernah tersedia tidak diperbarui, SDK tetap menjalin kerja sama dengan dan layanan psikologi di untuk ases-men dan terapi siswa.

Kusdianingrum mengakui, para guru belum pernah mendapat pelatihan formal dalam menangani siswa inklusi. Namun, sebagian guru memiliki pengalaman lapangan dan mampu menyesuaikan pendekatan pembelajaran. Penilaian terha-dap siswa ABK juga dilakukan dengan pendekatan individual agar tetap adil dan tidak membebani anak.

Menariknya, hingga kini tidak ada keluhan dari orang tua siswa reguler. “Selama layanan belajar tetap optimal untuk semua, orang tua bisa menerima kehadiran siswa inklusi,” kata Kusdianingrum.

Ia berharap ke depan ada dukungan nyata dari pemerintah maupun pihak gereja, baik dalam bentuk pelatihan guru maupun bantuan dana untuk pengembangan fasilitas.

“Jika program sekolah inklusi masih terus dijalankan, sebaiknya disertai pelatihan khu-sus bagi guru dan bantuan agar sekolah bisa memberi layanan yang lebih mak-simal,” pungkasnya.
Di tengah segala keterbatasan, SDK Blora tetap menunjukkan komitmen bahwa setiap anak, tanpa kecuali, ber hak tumbuh, belajar, dan bermimpi. (*)