By: Sinta Nur Hidayati
Korandiva – PATI.– LBH Joeang akhirnya kalah dalam gugatan mereka atas masalah pengisian perangkat desa 2024 di Pati. Menurut Pulung Hudoprakoso SH MH, hakim tingkat pertama Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, LBH Joeang tidak layak untuk mengajukan gugatan mengenai pengisian perangkat desa di Pati.
Kamis (29/1/2025), Direktur LBH Joeang, Fatkurochman SH MH, menyatakan, “Kami harus menerima keputusan hakim.” Meskipun demikian, ia telah mencoba meyakinkan hakim agar gugatan tetap dibicarakan.
LSM atau LBH mungkin menjadi pihak penggugat yang sah secara hukum atau memiliki hak legal standing, sehingga hakim dapat mendengarkan saksi ahli. Fatkurochman mengatakan, “Namun, hakim menolak argumen kami dan menyatakan gugatan tidak dapat disidangkan.”
Dalam kasus yang disidangkan ke PTUN, tiga hal yang sangat penting: kasus harus kongkrit, individual, dan selesai. Dalam gugatannya di PTUN Semarang, Fatkurochman menyatakan bahwa LBH Joeang kalah dalam syarat individu.
“Karena belasan calon Saksi yang berasal dari calon perades yang kalah, tiba-tiba terjadi kegagalan diri dan tidak mau menjadi Saksi karena tidak secara otomatis menjadi pengganti perades yang semula lulus,” katanya.
Meski kalah dalam gugatan di PTUN Semarang, Fatkurochman menegaskan bahwa menyertakannya tidak merasa rugi. Karena kekalahan lebih disebabkan oleh kurangnya dukungan saksi dari prinsipal—calon perades yang gagal sebelumnya.
Serupa diketahui, LBH Joeang Pati telah mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Bupati Pati mengenai masalah dasar hukum pengisian perangkat desa tahun 2024, yaitu surat izin dari Pj bupati nomor 141.4/2661.4 tertanggal 11 September 2024.
Fatlurochman mempertanyakan, apakah surat izin tersebut dianggap tidak sah secara hukum karena Pemkab Pati belum memiliki Perda atau Perbup baru yang berkaitan dengan peraturan desa?
“Jika acuan pengisian perangkat desa 2024 dari UU nomor 3 tahun 2024 tentang perubahan kedua UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa adalah salah fatal.”
Fatkurochman menyatakan, “Karena UU Desa terbaru malah mengamanatkan pengisian dan penghentian perangkat desa menjadi kewenangan bupati lagi. Kades hanya dapat mengusulkan.” (*)