Korandiva-BLORA.- Sore itu, langit di Desa Kedungrejo, Kecamatan Tunjungan, Blora, mulai menggelap. Para petani menutup kegiatan dengan doa singkat, sementara Wakil Bupati Blora Hj. Sri Setyorini berdiri menatap bibit pohon buah yang baru ditanam di belakang balai desa. Bagi warga, hari itu bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari harapan baru — tangan-tangan petani bukan hanya menanam pohon, tetapi juga masa depan.
Di tengah hawa panas, puluhan petani pesanggem dan perangkat desa tetap antusias menyambut dimulainya Program Nature Based Solution Agroforestry (NbSA), kolaborasi Kementerian Pertanian RI, PT Pupuk Indonesia, dan Duta Petani Milenial Unggulan. Program ini menjadi langkah strategis menggabungkan dua kekuatan besar: ekologi dan ekonomi petani hutan sosial.
Kick off ditandai dengan penanaman pohon kelengkeng oleh Wabup Sri Setyorini di lahan 5 hektare, bagian dari target nasional 1.000 hektare dengan dukungan dana Rp20 miliar dari Pupuk Indonesia untuk Kabupaten Blora.
“Tujuan kami sederhana: meningkatkan kesejahteraan petani tanpa mengorbankan kelestarian hutan,” ujar Sandra, Duta Petani Milenial. “Dalam tiga tahun, pohon sudah berbuah dan hasilnya sepenuhnya untuk petani.”
Melalui sistem agroforestry, tanaman keras seperti kelengkeng, mangga, dan jambu dikombinasikan dengan jagung dan tanaman semusim lainnya. Hasilnya, hutan tetap hijau, tanah lembap, karbon terserap, dan petani mendapat penghasilan berkelanjutan.
Bagi Hendra, petani pelopor di Kedungrejo, program ini menjadi “hadiah perjuangan.” Ia telah bertahun-tahun menanam tanpa kepastian hasil. “Dana sudah banyak keluar, tapi semangat kami tidak pernah padam. Yang penting lahan hidup dan hasilnya untuk anak cucu,” ujarnya dengan mata berbinar.

Perwakilan PT Pupuk Indonesia, Rosikin Busro, menegaskan komitmen perusahaan dalam mendukung petani hutan sosial. “Kami tidak hanya menyalurkan pupuk, tapi juga membangun ekosistem pemberdayaan. Petani hutan sosial harus masuk sistem RDKK agar mendapat pupuk bersubsidi,” tegasnya.
Kepala Desa Kedungrejo Suntana menyambut positif program ini. “Kami akan manfaatkan bantuan dengan baik agar hutan kembali hijau dan hasilnya dinikmati bersama,” katanya. Dukungan juga datang dari Serikat Petani Hutan Nusantara (SPHN) yang berjanji merawat bibit sesuai karakter lahan setempat.
Wabup Sri Setyorini menilai program ini sejalan dengan misi Blora menuju kemandirian pangan dan konservasi air. “Dengan kolaborasi ini, target 1.000 hektare agroforestry bisa tercapai pada 2026. Blora akan menjadi lumbung pangan nasional,” ujarnya.
Selain aspek ekonomi, program NbSA juga menargetkan regenerasi petani desa. Tiga sasaran utama diusung: pemberdayaan petani hutan sosial agar mandiri dan inovatif, penciptaan wirausahawan agribisnis muda, serta kolaborasi jangka panjang antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas lokal.
Dengan dukungan Bulog sebagai off-taker, hasil panen buah dan jagung dari kawasan hutan sosial diharapkan terserap optimal di pasar nasional.
“Dari Blora, kita buktikan bahwa hutan tidak hanya hijau, tetapi juga berbuah kesejahteraan,” tutur Sandra menutup kegiatan — sebuah pesan sederhana yang menumbuhkan optimisme di tengah rimbunnya harapan baru. (*)
