Korandiva-BLORA.– Direktur Utama (Dirut) Badan Urusan Logistik (Bulog) pusat dijadwalkan berkunjung ke Kabupaten Blora pada Senin (20/10/2025). Kunjungan itu akan diisi pertemuan dan silaturahmi dengan para petani tebu di pendopo rumah dinas Bupati Blora, dipimpin langsung oleh Bupati Dr. H. Arief Rohman, S.I.P., M.Si.
Ketua DPRD Blora Mustopa, S.Pd.I, menyampaikan informasi tersebut, Sabtu (18/10/2025). Rencana kedatangan Dirut Bulog mendapat sambutan positif dari Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Blora, Drs. H. Sunoto, dan jajaran pengurusnya.
Menanggapi hal itu, APTRI langsung menggelar rapat konsolidasi bersama para petani tebu, terutama mereka yang tebu-nya belum tergiling akibat keputusan mendadak manajemen PT GMM Bulog menghentikan giling 2025.
“Saya berpesan agar kesempatan bertemu Dirut Bulog dimanfaatkan secara cerdas dan tuntas, demi mencari solusi atas penderitaan petani tebu yang seolah menjadi penyakit tahunan,” ujar Sunoto, Minggu (19/10/2025).
Menurutnya, tuntutan utama adalah mengganti manajemen PT GMM Bulog dan menyerahkan pengelolaan pabrik gula kepada pihak yang profesional. Ia mengutip hadis riwayat Abu Hurairah, “Jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”
Sunoto menilai, sejak PT GMM Bulog mengelola pabrik gula, kondisi petani tebu semakin terpuruk dan pabrik selalu merugi. “Apakah kondisi semacam itu masih akan kita pertahankan?” tegasnya.

Sementara petani milenial Suminto alias Mas Rara berharap, pertemuan dengan Dirut Bulog tidak dibatasi agar petani bebas menyampaikan keluhan. “Kalau tidak ada solusi tuntas, perjuangan harus dilanjutkan sampai aspirasi petani diakomodasi,” katanya.
Mantan Kabag Tanaman PG GMM, Wahyu, juga siap hadir bersama 77 petani tebu mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka atas terhentinya giling 2025.
Sedangkan Sekretaris APTRI Blora, Anton Sudibyo, menyerukan agar momentum ini dijadikan ajang menggugat ketidakadilan dan menuntut perubahan manajemen pabrik gula GMM.
“Petani tebu harus bersatu, guyub rukun, paseduluran sak lawase, melawan pengelolaan yang tidak profesional dan merugikan petani,” tegas Anton. (*)
