Korandiva-BLORA.– Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Blora menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Sebara Resto Blora, Kamis (16/10/2025), membahas masa depan agribisnis tebu pasca penutupan giling 2025 secara sepihak oleh manajemen PT GMM Bulog.
Ketua Kadin Blora, Siswanto, S.Pd., M.H., mengatakan FGD tersebut fokus membahas hilirisasi pertanian, khususnya industri pergulaan dan nasib para petani tebu yang kini tengah dirundung kesulitan.
“Saya sangat prihatin. Sebagai sesama petani tebu, saya ikut merasakan penderitaan mereka. Saya sendiri punya lahan tebu 15 hektare dan bersyukur sudah tertebang,” ungkap Siswanto yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Blora serta Ketua DPD Partai Golkar Blora.
FGD diikuti berbagai pihak terkait, antara lain Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP4) Blora, perwakilan Perhutani KPH Blora, Cepu, Randublatung, dan Mantingan, pengurus APTRI, KPTRI Manteb, KPTRI Mustika Manis, serta BPC HIPMI Blora.
Siswanto menjelaskan, penutupan giling oleh PT GMM Bulog telah menyebabkan kerugian besar bagi petani. Karena itu, ia menghadirkan Pahlevi Pangerang, pengusaha nasional di bidang agribisnis sekaligus Wakil Dewan Pertimbangan Kadin Pusat, untuk memberikan solusi konkret.
“Beliau ini pengusaha sukses di bidang gula dan peduli terhadap wong cilik. Kami ingin beliau bisa membantu menyelamatkan nasib petani tebu Blora,” ujarnya.
Siswanto juga menyerukan agar seluruh peserta mendukung program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, hilirisasi, dan program makan bergizi (MBG).

“Karena gula bagian dari ketahanan pangan nasional, maka kesejahteraan petani tebu harus diperjuangkan. Bila manajemen PT GMM Bulog tidak profesional, maka perlu direformasi,” tegasnya.
Petani Tebu Terpuruk, Harga Anjlok hingga Rp 65/kg
Ketua APTRI Blora Drs. H. Sunoto mengungkapkan kondisi memprihatinkan yang dialami petani sejak PT GMM Bulog mengambil alih pengelolaan Pabrik Gula GMM.
Menurutnya, pihak manajemen tidak memberikan pembinaan, dukungan sarana produksi, maupun bantuan permodalan. Akibatnya, petani harus berjuang sendiri.
“Setiap musim giling selalu bermasalah. Mesin sering rusak, harga tebu lebih rendah dari pabrik lain, dan tiba-tiba giling dihentikan. Lebih dari 1.500 hektare tebu petani belum ditebang,” terang Sunoto.
Sebelum penutupan, PT GMM Bulog membeli tebu seharga Rp 78/kg, namun setelah giling dihentikan, harga turun menjadi Rp 71/kg, bahkan kini hanya Rp 65/kg.
“Kerugian petani mencapai Rp 13/kg. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga,” tambahnya.
APTRI berencana menggelar aksi protes dengan melibatkan sekitar 500 petani yang akan mendatangi DPRD Blora sambil membawa truk berisi tebu. Mereka menuntut keadilan dan solusi nyata.
Petani Minta Reformasi Pengelolaan Pabrik Gula

Sekretaris APTRI Blora Anton Sudibdyo, S.Ag., juga menyuarakan kekecewaan. Ia menilai sejak dikelola PT GMM Bulog, nasib petani tebu makin terpuruk.
“Rasanya seperti dijajah lagi. Dulu saat pabrik dipimpin Lie Kamajaya dan Prof. Dr. Rachmat Pambudi, petani mendapat perhatian luar biasa. Rendemen tinggi, pembinaan jalan, bahkan koperasi petani mendapat dana bergulir Rp5 miliar tanpa bunga,” ujarnya.
Anton kini tengah mengembangkan varietas unggul tebu ‘Mustika A’ dengan produktivitas mencapai 130 ton per hektare. Ia berharap ada manajemen baru yang profesional dan berpihak kepada petani.
“Kalau kondisi seperti ini dibiarkan, pabrik bisa mangkrak jadi besi tua,” tegasnya.
Harapan Baru: Sinergi dan Dukungan Pemerintah
Wakil ADM KPH Blora Arif Silvianto, S.Hut., menyampaikan bahwa Perhutani siap mendukung pengembangan tebu. Dari 2.000 hektare lahan potensial, saat ini 810 hektare sudah ditanami tebu.
Kepala DP4 Blora Ngaliman, S.P., M.MA. juga berjanji membantu agar tebu yang belum ditebang segera ditangani dengan berkoordinasi bersama Dirjen Perkebunan.
Sementara itu, pengusaha agribisnis Pahlevi Pangerang menyatakan siap bersinergi dengan pemerintah daerah dan petani untuk mengatasi persoalan tebu di Blora.
Ketua Koperasi Tebu Manteb Ir. H. Bambang Sulistya, M.MA., menutup diskusi dengan ungkapan penuh harapan:
“Bunga melati bunga jati, kehadiran Bapak Pahlevi semoga jadi solusi.” (*)
