Korandiva-PATI.– Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan investasi senilai Rp3,1 miliar dengan terdakwa Anifah binti Pirna kembali digelar di Pengadilan Negeri Pati. Agenda persidangan kali ini berfokus pada pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh tim kuasa hukum terdakwa, Darsono dan Rekan, yang menegaskan bahwa perkara ini tidak memenuhi unsur pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP, melainkan murni merupakan sengketa perdata atau wanprestasi.
Dalam pembelaannya, Darsono, S.H. menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut kliennya berdasarkan dakwaan alternatif kesatu, yaitu Pasal 378 KUHP tentang penipuan, sementara dakwaan kedua terkait Pasal 372 KUHP tentang penggelapan justru tidak terbukti.
“Kami hanya menanggapi tuduhan penipuan karena secara fakta maupun hukum, tidak ada satu pun unsur dalam pasal tersebut yang terpenuhi,” tegas Darsono.
Lebih lanjut, Darsono menyoroti keterangan saksi utama Nur Wiyanti yang mengakui adanya kerja sama investasi dengan terdakwa, disertai akta perjanjian di hadapan notaris. Saksi bahkan telah menerima keuntungan sekitar Rp1,4 miliar serta jaminan berupa sertifikat tanah atas nama keluarga terdakwa.
“Fakta ini menunjukkan bahwa sejak awal, Anifah memiliki itikad baik. Ia berusaha menjalankan usaha sesuai kesepakatan dan tidak ada niat menipu,” lanjutnya.
Dalam nota pembelaan itu, Darsono juga menyinggung keterangan dua notaris, yakni Karina Kumala Dewi dan Febya Chaerunisa, yang dihadirkan sebagai saksi. Keduanya menerangkan bahwa seluruh akta perjanjian dibuat berdasarkan permintaan pelapor, bukan inisiatif terdakwa. Para notaris juga menegaskan tidak pernah ada penyerahan uang di hadapan mereka. Melalui pembelaan yang dibacakan secara sistematis, Darsono meminta Majelis Hakim mempertimbangkan seluruh fakta persidangan secara objektif.
“Kami memohon agar Majelis Hakim yang mulia menyatakan klien kami lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging), karena dakwaan dan tuntutan JPU tidak berdasar. Adapun adanya tunggakan yang masih harus diselesaikan, hal itu semata urusan perdata, bukan tindak pidana,” tegasnya.
Darsono juga menyoroti adanya kejanggalan dalam berkas tuntutan, di mana muncul nota kwitansi yang tidak termasuk dalam dakwaan awal.
“Penambahan peristiwa dalam tuntutan, sementara peristiwa tersebut tidak dirumuskan dalam dakwaan, jelas bertentangan dengan KUHAP,” ujarnya.
Sambil tersenyum, ia menambahkan, “Peristiwa yang tidak tercantum dalam dakwaan seharusnya tidak boleh dimasukkan ke dalam tuntutan, lha kok ini malah ditambahi.”
Sementara itu, terdakwa Anifah binti Pirna secara pribadi menyatakan menerima dan membenarkan sepenuhnya pembelaan yang disampaikan kuasa hukumnya.
“Sejak awal, saya tidak pernah punya niat jahat atau ingin menipu siapa pun. Kerja sama investasi ini murni berdasarkan kepercayaan dan kesepakatan bersama yang sah di hadapan notaris,” tutur Anifah.
Ia menegaskan telah berupaya menjalankan usaha dengan itikad baik.
“Saya bahkan sudah memberikan keuntungan dan jaminan berupa sertifikat tanah sebagai bentuk tanggung jawab. Kalau kemudian usaha ini menemui kendala, itu murni karena faktor ekonomi dan hambatan bisnis, bukan unsur penipuan,” lanjutnya.
Menutup pernyataannya, Anifah memohon agar Majelis Hakim menilai perkara ini secara adil dan proporsional.
“Saya berharap Majelis Hakim melihat bahwa hubungan saya dengan pelapor adalah kerja sama investasi, bukan tindak pidana. Saya memohon agar dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dan mendapat keadilan sebagaimana mestinya,” pungkasnya. (*)