Bupati Blora Cari Solusi Penutupan Giling Tebu PT GMM Bulog

By: Eko Budi Kasmijan

Korandiva-., Dr. H. Arief Rohman, SIP., M.Si., mengundang sejumlah pihak terkait menyusul penutupan giling 2025 oleh manajemen . Pertemuan berlangsung Rabu (24/9) dan dihadiri direksi , , serta pengurus Asosiasi Rakyat Indonesia ().

Bupati menegaskan, persoalan tebu yang belum tertebang harus segera ditangani. “Jangan sampai petani jadi karena penutupan giling dengan alasan kerusakan mesin boiler,” tegas Arief, Kamis (25/9).

Ia meminta manajemen PT GMM Bulog bertanggung jawab dan menawarkan solusi, termasuk menggandeng pabrik di sekitar Blora untuk menyerap panen petani. Selain itu, Bupati juga berencana melaporkan persoalan ini ke Gubernur Jawa Tengah dan Menteri .

Dari pihak PT GMM Bulog, Direktur Krisna Murtiyanto memaparkan berhentinya giling per 25 September 2025. Penerimaan tebu terakhir dilakukan 24 September pukul 24.00 WIB. Selama 112 hari giling, perusahaan hanya mampu mengolah 218.771 ton tebu atau 54,6 persen dari target 400 ribu ton. Rendemen pun rendah, hanya 6 persen akibat curah hujan tinggi.

“Berbagai upaya mempertahankan performa boiler sudah dilakukan, tetapi hasilnya nihil. Kami juga mengajak petani penyangga untuk membantu pembelian tebu yang belum tertebang dengan memanfaatkan fasilitas PT GMM Bulog,” jelasnya.

APTRI menyoroti lemahnya komunikasi perusahaan dengan petani. Penasehat APTRI, Ir. H. , meminta data luas lahan tebu yang belum tertebang dan potensi kerugian. Menurut perusahaan, sekitar 1.100 hektare tebu belum terpanen dengan nilai kerugian ditaksir Rp55 miliar.

Ketua APTRI Blora, Drs. H. Sunoto, memberi kritik keras. Ia menilai keputusan sepihak tanpa melibatkan APTRI membuat petani dirugikan. “Kalau PT GMM Bulog memang tidak mampu mengelola pabrik secara profesional, lebih baik diserahkan saja kepada pihak yang berkompeten,” tegasnya.

Sekretaris APTRI, Anton Sudibdyo, bahkan menuding perusahaan tidak berpihak kepada petani kecil. Ia menyebut ada diskriminasi harga tebu antara petani bermodal besar dan petani kecil. “Keputusan mendadak ini membuat petani bingung, resah, dan membuka peluang permainan harga,” katanya.

Meski sempat berlangsung panas, pertemuan ditutup dengan nuansa kekeluargaan. Bupati kembali menekankan pentingnya komunikasi dan penyelesaian konkret agar petani tidak terus menjadi korban. “Petani harus merasakan manisnya tebu, bukan getirnya kebijakan,” tandas Arief. (*)