Anggaran Terbatas, Pendidikan Inklusif di Kabupaten Blora Hadapi Banyak Tantangan

By: Bambang Sartono

Korandiva-.- Isu inklusif kini menjadi perhatian nasional sejak diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas. Aturan ini mewajibkan semua satuan pendidikan, mulai dari hingga perguruan tinggi, untuk menerima dan memfasilitasi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Namun, penerapan di lapangan masih menghadapi berbagai kendala, terutama di daerah. , Jawa Tengah, menjadi salah satu wilayah yang mulai menapaki jalur pendidikan inklusif, meski masih dibayangi keterbatasan.

83 SD Sudah Terima ABK
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, hingga kini terdapat 83 Sekolah Dasar (SD) yang telah mene-rima siswa ABK dengan berbagai kondisi, seperti tuna daksa, slow learner, dan autisme. Pemerintah daerah juga tengah merintis pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk memperkuat pendampingan.
Namun, Sekretaris Di-nas Pendidikan Blora, Nuril Huda, menyebut bahwa tantangan masih besar. “Inklusi bukan lagi pilihan, tapi sudah menjadi kewajiban hukum dan komitmen moral,” ujarnya, Jumat (29/8/2025).

Ia menambahkan, menerima ABK hanyalah langkah awal. Tantangan sebenarnya adalah memastikan mereka benar-benar mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan berkembang secara optimal.

Shadow Teacher dan ULD
Sebagai langkah konkret, Dinas Pendidikan Blora akan menggelar (Bimtek) bagi calon shadow teacher pada 2025. Guruguru reguler akan dibekali kompetensi dasar untuk mendampingi siswa ABK secara efektif di kelas.

Selain itu, dinas juga menjalin kerja sama dengan Sekolah Luar Biasa (). Guru SLB akan dilibatkan dalam sekaligus disiapkan menjadi bagian dari ULD. ULD direncanakan akan diperkuat dengan kehadiran psikolog, terapis, dokter, serta mekanisme rumah bagi siswa yang tidak bisa hadir rutin ke sekolah.

“Melalui ULD, pembelajaran bisa disesuaikan dengan kondisi anak. Ini akan sangat membantu sekolah dan keluarga,” jelas Nuril. Lokasi ULD telah disiapkan di kawasan Kauman, Blora Kota.

Masih Terbatas
Pemerintah daerah telah mulai mengalokasikan anggaran untuk inklusi, meski jumlahnya masih terbatas. Dana ini digunakan untuk pelatihan guru, perintis-an ULD, dan program Blora Pintar agar siswa ABK tidak putus sekolah.

Ke depan, Dinas Pendi-dikan juga menargetkan penambahan jumlah Guru Pendamping Khusus (GPK) melalui pelatihan bertahap bagi guru SD dari kelas 1 hingga 6.
Salah satu sekolah yang dinilai berhasil menja-lankan program inklusi adalah . Sekolah ini dinilai memiliki komitmen kuat, pelatihan guru yang cukup, serta dukungan fasilitas yang mendukung keberhasilan pendidikan inklusif.

Ujian Komitmen Daerah
Blora telah memulai langkah penting menuju sistem pendidikan inklusif. Namun, keberlanjutan program ini sangat bergantung pada komit-men pemerintah daerah dalam menyediakan ang-garan, meningkatkan kapasitas guru, dan membangun sistem pendu-kung yang memadai.

“Inklusi bukan sekadar menerima ABK, tetapi memastikan mereka berkembang. Tanpa dukungan nyata, inklusi bisa berubah menjadi bentuk baru dari diskriminasi,” ujar seorang pendidikan itu. (*)