Korandiva-BLORA.— Ungkapan bijak yang disampaikan Ketua DPR RI Hj. Puan Maharani dalam Sidang Bersama DPR dan DPD RI pada 15 Agustus 2025 lalu, menjadi sorotan dan bahan refleksi publik menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Dalam pidatonya yang mengantarkan Presiden Prabowo Subianto, Puan mengutip filosofi Jawa: “Mangan ora mangan pokoke kumpul” (Makan tidak makan yang penting berkumpul).
Filosofi tersebut menggambarkan semangat sosial bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan persatuan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menanggapi hal itu, H. Santosa Budi Susetyo, tokoh masyarakat sekaligus anggota DPRD Blora dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menilai bahwa ungkapan tersebut sangat relevan di tengah situasi sosial saat ini yang ia sebut sebagai Zaman Kolobendu—era ketika masyarakat mudah tersulut emosi, gemar menghujat, dan marak menyebarkan hoaks.
Menurutnya, pitutur tersebut menekankan pentingnya menjaga semangat gotong-royong, kerukunan, dan budaya silaturahmi yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Ia juga mengkritisi munculnya peribahasa baru yang menyimpang dari nilai luhur, seperti “Kumpul ora kumpul pokoke amplop”, yang dianggap sebagai “virus baru” dalam demokrasi.
“Mari kita jadikan momentum HUT ke-80 RI ini sebagai sarana memperkuat persatuan, kedaulatan, dan kesejahteraan rakyat,” ujarnya di Kantor DPRD Blora, Senin (25/8/2025).
Sementara itu, H. Soebekti, SP., MMA., suami Wakil Bupati Blora Sri Setyorini, memberi pandangan yang lebih sejuk. Ia menegaskan bahwa filosofi “makan tidak makan yang penting kumpul” harus dilandasi niat baik dan tujuan yang jelas, bukan dijadikan pembenaran untuk kumpul-kumpul tanpa manfaat atau malah ajang bergosip dan membicarakan kekurangan orang lain.
Tanggapan senada juga disampaikan oleh Ir. H. Bambang Sulistya, Ketua PWRI Kabupaten Blora. Ia menekankan perlunya suasana damai dan penuh nuansa kekeluargaan di tengah masyarakat. Ia pun mengusulkan sesanti baru yang menurutnya lebih relevan: “Mangan ora mangan pokoke rukun lan santun”, selaras dengan semangat Bhineka Tunggal Ika yang menjaga keutuhan dan kelestarian NKRI. (*)