Setelah fokus pada pembangunan infrastruktur di periode pertama masa jabatannya, Bupati Blora Arief Rohman tampaknya kini mengalihkan prioritas ke sektor ekonomi dan pendidikan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menjalin kerja sama dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) untuk membuka kampus di Blora.
Tujuannya jelas: mempercepat kehadiran lembaga pendidikan tinggi yang lengkap, memiliki berbagai fakultas, program studi, dan fasilitas riset yang memadai, tanpa harus menunggu proses panjang transformasi sekolah tinggi lokal menjadi universitas.
Namun, rencana ini tak sepenuhnya disambut antusias oleh masyarakat Blora, khususnya para pengelola sekolah tinggi swasta yang telah lama berdiri. Mereka menyayangkan langkah Pemkab Blora yang hendak memberikan hibah lahan kepada UNY, dan merasa khawatir bila kampus baru itu berlokasi terlalu dekat dengan institusi mereka.
Sebagian pengelola bahkan mempertanyakan mengapa pemerintah tidak berfokus pada penguatan dan pengembangan lembaga yang sudah ada, yang umumnya telah memiliki rekam jejak cukup panjang.
Penolakan terhadap rencana masuknya UNY ke Blora tidak hanya muncul dari kalangan akademisi lokal, tetapi juga dari sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi.
Kendati demikian, bentuk penolakan yang terjadi masih dalam batas wajar, dilakukan melalui diskusi intelektual dalam forum dan penyampaian aspirasi yang elegan. Hal ini berbeda dengan bentuk penolakan kasar yang pernah terjadi di sektor lain, contohnya seperti konflik pengelola taksi bandara melawan pemain baru.
Kebijakan menghadirkan UNY tampaknya lahir dari kalkulasi realistis dan kesadaran akan keterbatasan waktu pengabdian seorang kepala daerah. Masa jabatan Bupati Arief Rohman akan berakhir pada 2029, sehingga ia tidak memiliki cukup waktu untuk menunggu tumbuh kembang lembaga lokal menjadi universitas.
Seperti ketika mempercepat pembangunan infrastruktur dengan bantuan dana dari kabupaten tetangga atau pinja-man bank, mendatangkan UNY dinilai sebagai solusi cepat untuk merealisasikan visi pendidikan dalam era kepemimpinannya.
Selain memperluas akses pendidikan tinggi, kehadiran UNY juga diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat. Selama ini, banyak pemuda Blora yang harus merantau ke kota-kota besar seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, atau Jakarta untuk melanjutkan pendidikan. Biaya hidup dan kuliah di luar kota tentu menjadi beban berat bagi keluarga mereka.
Kampus UNY di Blora bisa menjadi alternatif berkualitas yang lebih terjangkau secara ekonomi.
Lebih jauh lagi, universitas bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga simbol kemajuan daerah. Dengan daya tarik akademiknya, UNY berpotensi mendatangkan mahasiswa dari kabupaten tetangga seperti Ngawi, Bojonegoro, Rembang, dan Grobogan, yang tentu bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal.
Dalam konteks ini, kehadiran UNY bukan hanya menjawab kebutuhan pendidikan, tetapi juga menjadi bagian dari strategi besar untuk meningkatkan “derajat” Blora dalam peta pendidikan tinggi di Indonesia.
***