Lokasi Kelenteng dan Gereja Berhadapan, Simbol Tingginya Toleransi Masyarakat Pati

Korandiva – .- Masyarakat di sangat menghargai perbedaan agama. Karenanya di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani ini, anti hampir tidak pernah terdengar.

Seperti pemandangan di kawasan pertokoan di kampung Pecinan, Pati tempat dan (GKMI) berada. Penganut kedua agama di sini tampak rukun dan saling menghargai. Bahkan GKMI Pati memasang ucapan “Selamat Tahun Baru Imlek 2576, Tahun 2025M”.

Saat Imlek tahun ini, gerbang GKMI juga dibuka beberapa kali. Di Bumi Mina Tani, semua kelompok hidup secara harmonis, dan gambaran ini menjadi simbol artinya toleransi beragama.

Eddy , ketua Kelenteng Hok Tik Bio Pati, mengatakan bahwa kelentengnya jauh lebih dulu dibangun daripada GKMI. Kelentengnya dibangun oleh kelompok Tionghoa sekitar tahun 1875 M, sementara GKMI membangun umat Kristen pada akhir pendudukan kolonial Belanda di Indonesia.

Baca Juga:  Jalan Rusak Parah, Warga Desa Lahar Tagih Janji DPRD Pati

Eddy mengungkapkan “GKMI Pati didirikan Tahun 1941 M. Sedangkan Kelenteng Hok Tik Bio jauh sebelumnya.”

Tidak pernah ada gangguan antar golongan hingga saat ini. Kedua warga beragama saling menghargai dan hidup rukun. Eddy juga menghargai keindahan toleransi dan kerukunan ini.

Eddy menyatakan, “Kami rukun dan tidak berselisih.” Eddy juga berharap toleransi dan kerukunan ini terus berkembang dan menyebar ke tempat lain. Jadi, di Bumi Mina Tani, tidak ada konflik antar golongan, suku, atau agama.

Mengundang orang-orang dari berbagai agama dan golongan ke Kelenteng Hok Tik Bio Pati untuk merayakan Tahun Baru Imlek adalah cara untuk mendorong kerukunan dan toleransi ini.

Baca Juga:  Tolak Pemilu Sistem Proporsional Tertutup, DPC Partai Demokrat Blora: Ada Upaya Konspirasi Pengkhianatan terhadap Demokrasi

Di Kelenteng Hok Tik Bio Pati, ada Imlek sepekan, Imlek, dan berbagai acara seni yang memeriahkan perayaan Imlek. Selain itu, kelenteng ini menyediakan sekitar 1.500 porsi makan siang gratis untuk masyarakat Kota Pati.

Eddy menjelaskan toleransi ini dengan berkata, “Semua masyarakat dari berbagai golongan silahkan mampir. Gratis. Kami tak memandang dari mana.” (*)