Korandiva-BLORA.- Satu perjuangan luar biasa untuk mencapai lokasi SMPN 3 Bogorejo Satu Atap. Sekolah yang berada di atas bukit ini tidak mudah dijangkau.
Desa Jurangjero Kecamatan Bogorejo merupakan tempat lembaga pendidikan ini berada.
“Terlalu jauh untuk melanjutkan sekolah dari Jurangjero ini, sehingga banyak anak lulus SD putus sekolah. Itulah sebabnya SMP Satu Atap ini didirikan,” ungkap Kepala SMPN 3 Bogorejo Satu Atap Aris Budi Rianto.
Ketika ditemui Diva di kantornya, pria yang berdomisili di Kridosono Blora ini menceritakan banyak hal tentang perkembangan lembaga yang dipimpinnya. “Memang tidak mudah untuk mendapatkan anak didik sejumlah yang diinginkan. Ada banyak faktor penyebabnya, yang paling utama adalah faktor geografis,” kata Aris.
Letaknya terisolasi, jauh dari keramaian. Meskipun ada desa tetangga di sekitarnya, namun tidak ada warga desa lain yang menyekolahkan anaknya di SMPN 3 Bogorejo. Medan yang sulit ditempuh, sehingga hanya mengandalkan alumni SDN 1 Jurangjero dan SDN 2 Jurangjero.
“Sebenarnya Desa Soko dan Desa Nglengkir hanya berjarak dua kilometer dari Desa Jurangjero, sedangkan Desa Gandu hanya berjarak tiga kilometer. Namun medan yang harus ditempuh tidak memungkinkan bagi anak seusia mereka. Akhirnya kami hanya bisa berharap dari Desa Jurangjero saja,” jelas Aris lebih lanjut.
Tahun ini, SMPN 3 Bogorejo hanya mendapatkan 10 pendaftar peserta didik baru. Jumlah ini jauh lebih baik daripada dua tahun sebelumnya yang hanya mendapatkan empat peserta didik baru. “Yang baru saja lulus ini malah hanya tiga anak. Boleh dibilang, sekolah ini hidup segan mati tak mau,” ungkapnya.
Keprihatinan ini membuat pria yang pernah mengajar di SDN 2 Ngliron Randublatung ini berharap kepedulian pemerintah. “Semoga pemerintah menerapkan aturan zonasi yang sebenarnya. Anak dari Jurangjero sebaiknya jangan diterima di sekolah lain,” harapnya. (*)