Harga Tebu di GMM Rendah, Petani Tebu Mengeluh, APTRI Blora Akan Temui Dirut Bulog di Jakarta

Korandiva-.-

“Dulu kami pernah berjaya. Jadi saya minta kepada (GMM) dan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (), kejayaan masa lalu ketika benar-benar manis ini bisa kami rasakan kembali, termasuk soal harga.”
***

Kalimat bernada protes itu disampaikan oleh Bupati Blora Arief Rohman dalam pidatonya saat menghadiri acara pengurus APTRI di Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora yang juga dihadiri oleh perwakilan manajemen PT. GMM, Rabu (15/05/2024).

Sebagaimana informasi yang disampaikan para yang hadir pada acara pelantikan pengurus Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Blora periode 2024-2029, GMM yang dulunya menjadi untuk beralih menanam tebu, sejak manajemen dikelolah oleh Perum Bulog kebijakannya dianggap tidak berpihak dan cenderung merugikan petani Blora-khususnya masalah harga tebu di GMM yang terlalu rendah dibanding PG lain.

“Setelah ini, perwakilan APTRI yang telah dilantik sowan ke Bulog Pusat. Nanti tolong diagendakan. Kami ingin petani yang dulu merasakan hasil yang bagus, bisa merasakan kembali,” tandas Arief yang langsung mendapat applause dari ratusan petani tebu yang hadir.

Baca Juga:  Banyak Sapi “Hilang”, Kabupaten Blora Tolak Program Bantuan UPPO

Hal senada juga disampaikan Ketua APTRI Blora masa bakti 2024-2029, H. Sunoto, bahwa sejak dikelola Perum Bulog, kebijakan GMM tidak berpihak pada petani tebu. Mulai dari harga tebu yang tidak menguntungkan petani, pembayaran tebu tidak tepat waktu, hingga PG membeli tebu tidak sesuai keputusan Mentan.

Sunoto menambahkan, ketika kepengurusan APTRI Blora tidak aktif hampir 4 tahun, petani merasa bagaikan anak ayam kehilangan induknya. “Inilah yang menjadi semangat APTRI diaktifkan kembali. Agar petani memiliki advokasi (pembela) dalam mengalami masalah, sekaligus memiliki tempat bernaung,” paparnya.

Seperti yang terjadi pada musim giling bulan ini, banyak kita saksikan ratusan truk setiap harinya mengirim tebu Blora ke luar kota seperti ke PG Lamongan (KTM) dan PG Trangkil, serta PG Pakis.

Baca Juga:  Blora Rintis Kerja Sama Pengembangan Sapi dengan Swasta

Menurut Sunoto, hasil panen tebu Blora yang banyak dibawa keluar kota itu penyebab yang jelas adalah masalah harga. “Harga tebu di KTM Lamongan 81 ribu, Trangkil 75 ribu, Pakis 73 ribu. Tapi di GMM tebu petani hanya dihargai Rp 67.000 per kwintal,” tandas Sunoto.

Terkait rencana pengurus APTRI Blora menemui Direktur Utama Bulog di , Sunoto menyatakan pasti akan me ngikuti intruksi bupati.

Sementara itu Sunoto juga mengaku pihaknya telah berkirim surat ke Blora agar bisa segera dipertemukan dengan Dirut dan dinas terkait untuk melakukan audiensi. “APTRI sudah kirim surat tentang harga tebu yang ditentukan PG GMM 67 ribu untuk dievaluasi kembali,” tukasnya.

Dari sumber lain, PG GMM dikabarkan sedang ada kendala teknis sehingga sejak sepekan terjadi tumpukan tebu di pelataran sebelah selatan pabrik. (*)