Kegiatan Bimtek (bimbingan teknis) kepala desa se-Kabupaten Blora selalu menorehkan catatan dan kenangan setiap tahunnya. Pada Bimtek 2021 yang dilaksanakan di Jakarta, ada seorang Kades yang membuka pintu darurat pesawat Citilink yang akan terbang dari Jakarta menuju Bandara Ngloram, Blora. Akibat tindakannya tersebut, pesawat rute JakartaBlora itu batal terbang dari Jakarta.
Pada Bimtek 2023 yang minggu lalu digelar di Jogjakarta, ada kepala desa yang meninggal dunia ketika mengikuti kegiatan bersama 270 kades lainnya.
Mengikuti Bimtek sepertinya “wajib” hukumnya. Tak sedikit Kades yang kondisinya kurang sehat, terpaksa harus mengikuti kegiatan tersebut, tak terkecuali Kades Sitirejo Kecamatan Tunjungan, Joko Mulgiyanto yang sebelum berangkat informasinya juga badannya tidak terlalu fit.
Entah apa pertimbangannya, Bimtek dengan pemateri utama Kajari Blora yang membawakan tema “Jaksa Jaga Desa” itu harus dilaksanakan jauh di Kota Gudeg, Jogjakarta, padahal di Blora banyak hotel berbintang dengan kapasitas ratusan orang sepi dari kunjungan tamu.
Padahal Pemkab Blora tahun lalu menggelorakan semangat agar pelaku bisnis di sektor wisata untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan meluncurkan aplikasi “dolan blora”. Trus kenapa Bimtek 2023 yang melibatkan 271 kepala desa digelar di hotel bintang di Jogjakarta?
Tidak hanya itu, kabarnya Bimtek Kades di Jogja ditangani oleh event organizer (EO) dari luar kota, Bandung katanya. Biaya penyelenggaraan Bimtek yang mencapai Rp 1,6 miliar dibebankan kepada tiap-tiap kades yang menjadi peserta @ Rp 6 juta, diambilkan dari kas desa.
EO tidak menyediakan transportasi dari Blora ke Jogja, peserta Bimtek berangkat menuju Jogjakarta dengan kendaraan pribadi. Di hotel Hotel The Alana Yogyakarta, Kades selama dua hari menempati kamar standar seharga 300 ribuan. Jika fasilitas yang dinikmati masing-masing Kades tak lebih dari 1 juta selama dua hari, maka ada 1 miliar lebih keuntungan EO selaku penyelenggara Bimtek.
Kenapa harus EO dari Bandung? “Karena EO itu yang menawarkan proposal ke Blora,” kata Dwi Edy Setyawan, Sekretasis Dinas PMD Blora.
Bimtek yang merupakan kegiatan monoton dan sudah sering diikuti oleh staf dan pejabat di lingkungan birokrasi, kenapa penyelenggarannya harus diserahkan ke event organizer? Supaya yang mengeluarkan kwitansi lembaga EO, dan bukan dinas?
Bimtek di Jogjakarta yang menelan biaya hingga 1,6 miliar dan diambilkan dari Kas Desa berakibat Dana Desa (DD) tidak memberikan manfaat apa-apa bagi warga desa khususnya, masyarakat kabupaten Blora pada umumnya.
Dugaan belanja publik Blora telah dimanfaatkan secara melawan hukum oleh aparatur Blora yang bekerja sama dengan pihak-pihak berkedok lembaga pelatihan itu memang masih butuh pembuktian. Tetapi yang jelas, sebagian uang Blora sudah dibelanjakan di Jogjakarta, dan keuntungan dari penyelenggaraan yang 1 miliar lebih juga sudah digondol wong Bandung.
***