BLORA.-
Rapat persiapan penyelesaian sengketa proses Pemilu Tahun 2024 dengan topik pembahasan identifikasi kerawanan tahapan pencalonan anggota DPRD Blora sempat diwarnai debat serius dan gayeng tentang Entut Politik dan sistem Pemilu Legistatif proporsional tertutup atau proporsional terbuka.
Rapat yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Blora di Ruang pertemuan Hotel Mustika Blora, Senin (29/5/2023) diikuti oleh para peserta utusan dari Parpol, Kepala BKD Blora Heru Eko Wiyono, Kepala Bidang Administrasi Pemerintah Desa Dinas PMD Kabupaten Blora Heksa Wismaningsih dan utusan dari Polres.
Hadir sebagai nara sumber adalah Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Blora Ahmad Solikin, Bawaslu Blora Lulus Mariyonan yang sehar-hari sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Blora dan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNS Sunny Umum Firdaus.
Rapat diawali dengan penyampaian materi oleh nara sumber dari KPU tentang Verifikasi Administrasi Dokumen Persyaratan Bakal Calon Anggota DPRD Kabupaten Blora Dalam Pemilu Tahun 2024.
Kemudian dilanjutkan penyajian dari Bawaslu mengenai Perbawaslu No 9 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu.Selanjutnya penyampaian materi dari UNS tentang Potensi Sengketa Dalam Pencalonan anggota DPRD.
Ternyata dari seluruh rangkaian yang sudah disampaikan oleh para narasumber suasana rapat masih terkesan formal dan belum menimbul semangat dari para peserta untuk memberi respon dan perhatian.
“Baru ketika acara tanya jawab atau diskusi dibuka berbagai uneg-uneg dari para peserta terlampiaskan sehingga suasana rapat jadi dinamis dan gayeng,” kata Bambang Sulistya, peserta rapat mewakili utusan partai politik, Rabu (31/5/2023).
Bambang Sulistya membuat notulen bahwa dari berbagai ungkapan yang disampaikan oleh para peserta rapat, ada dua hal yang membuat suasana rapat jadi hidup dan menggugah perhatian peserta, yaitu pertama tentang Entut Politik yang selalu terjadi di setiap penyelegaraan pesta demokrasi.
“Suaranya ada, baunya ada tapi tak pernah tertangkap warna dan bentuknya. Itulah namanya money politik yang selalu menjadi buah bibir setiap pemilu hadir,” katanya.
Pertanyaan yang disampaikan kepada narasumber adalah, bagaimana upaya dari Bawaslu untuk mengendalikan entut politik atau money politik pada saat pesta demokrasi tahun 2024.
Karena dengan terjadinya dugaan money politik banyak orang berpotensi takut terjun menjadi calon anggota legistatif.
Bahkan ada pemeo kalau tidak punya dana jangan coba ikut berkompetisi masuk di dunia politik praktis.Sehingga di masyarakat sering kita dengar ucapan “Wani piro”.
Namun bagi petualang politik yang memiliki kemampuan finansial berani menjawab “Piro piro wani” (berapapun berani).
Menurut Lulus Mariyonan untuk mengatasi terjadi Entut Politik akan dilakukan berbagai upaya preventif dengan melakukan kegiatan sosialisasi secara intensif keberbagai elemen masyarakat agar memahami bahwa money politik adalah tindakan yang harus dihindarkan.
Disamping itu juga dilakukan upaya untuk mewujudkan gerakan anti money politik di dalam kelompok masyarakat dan membangun sinergitas dengan berbagai organisasi untuk meningkatkan intensitas pengawasan serta akan menerapkan sanksi hukum tegas tanpa tebang pilih bagi mereka yang terbukti melakukan pelanggaran.
Walaupun berbagai kiprah sudah dilakukan dalam pengendalian entut politik namun fakta di lapangan nampaknya money politik adalah sebuah keniscayaan yang keberadaannya jelas tapi sulit dibuktikan dan tetap harus mendapat perhatian yang istimewa bagi kita semua kalau ingin pesta demokrasi dapat berjalan jujur, adil dan demokratis.
Kedua tentang sistem pemilu legistatif yang saat ini sedang menjadi bahan pembicaraan hangat di masyarakat karena menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi terhadap pasal 168 ayat(2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomer registrasi perkara 114/PPU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Apakah dalam Pemilu 2024 sistim pemilu legistatif menggunakan proporsional terbuka atau proporsional tertutup. Walaupun delapan dari sembilan Fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak Sistem Pemilu proporsional tertutup ,yakni: Demokrat,Nasdem,PKS, Golkar,Gerindra, PAN,PKB,dan PPP,hanya satu Fraksi menginginkan sistem pemilu legistatif proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
Pada saat diskusi diajukan pertanyaan kepada narasumber dari UNS. Sistem pemilu legistatif yang paling tepat dan konstitusional diterapkan di Indonesia apakah sistem tertutup atau sistem terbuka.
Sebagai seorang akademisi saat ini seandainya disuruh memilih antara sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup milih yang mana dosen Sunny Umum Firdus yang memiliki titel doktor mengawali jawaban dengan penuh semangat dan motivatif menyatakan bahwa baik sistem proporsinal terbuka dan terbuka sama sama telah diterapkan di Indonesia dan setiap sistem memiliki keunggulan dan kekurangan serta kedua sistem tersebut sama sama konstitusional menurut UUD 1945.
Kelebihan sistem proporsional terbuka, yakni rakyat memilih langsung calon wakilnya,tahu riwayat kerjanya dan paham perilakunya. Adil bagi calon wakil rakyat karena suara terbanyak dipilih akan menang.
Kontrol elit politik berkurang. Rakyat langsung dapat mengawasi kinerja anggota dewan karena tahu siapa yang dipilih.Terbangun kedekatan antara rakyat dan kandidat.
Namun kekurangan sistem proporsional terbuka antara lain Rawan politik uang atau membiaknya entut politik. Biaya kampanye mahal untuk alat peraga dan upaya pendekatan ke pemilih sehingga hanya calon bermodal besar yang berpeluang menang.
Muncul polarisasi politik diantara rakyat karena ada persaingan ketat antara kader partai,kader partai antar parpol maupun antar kader partai didaerah.
Berikutnya, membebani penyelenggaraan pemilu. Lemahnya kontrol partai terhadap kandidat dan menghambat kader idologis partai untuk berkembang.
Sementara kelebihan sistem proporsional tertutup adalah Partai politik bisa lebih ketat dalam merekrut calon wakil. Memudahkan tehnis pelaksanaan pemilu,surat suara tidak perlu mencatumkan nama calon wakil rakyat sehingga lebih hemat dalam biaya. Surat suara hanya mencatumkan gambar partai politik.
Rekapitulasi di tempat pemungutan suara(TPS) lebih cepat dan menghidari risiko gangguan kesehatan bagi petugas TPS. Biaya kampanye lebih murah dan meminimalisir terjadi politik uang.
Selanjutnya kekurangan Sistem proporsional tertutup meliputi, Rakyat tidak pernah tahu siapa yang akan terpilih menjadi wakil rakyat karena hanya mencoblos partai ibarat seperti memilih kucing dalam karung.
Kedekatan rakyat terancam karena tidak tahu siapa yang dipilih partainya. Partai politik bisa lebih mendominasi karena menentukan calon nama yang akan menjadi wakil rakyat.
Rakyat tidak bisa mengawasi kinerja karena tak mengenal wakil rakyat tersebut hanya memilih partainya. Berpotensi menguatkan ologarki diinternal partai politik,dan juga rawan politik uang di pengurus partai.
Lepas dari kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem pemilihan legistatif secara proporsional terbuka atau tertutup kalau sekarang disuruh memilih, narasumber dari UNS itu dengan mantap memilih sistem terbuka.Seketika peserta rapat memberi aplaus sambil tepuk tangan kepada Ibu Dosen Hukum Tata Negara UNS.
Dengan alasan sekarang masih aktif sebagai ASN tapi kalau besuk jadi pengurus partai lain ceritanya. Menurut SBY mantan presiden kita yang cerdas dan bijaksana beliau menyatakan ada tiga pertanyaan besar yang menjadi perhatian publik ,mayoritas parpol dan pemerhati pemilu.
Pertanyaan pertama kepada MK,apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah mulai.
Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “Chaos politik”. Pertanyaan kedua kepada MK,benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertetangan dengan konstitusi.
Sesuai konstitusi domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.
Sistem Pemilu tertutup atau terbuka. Jika MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup,mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
Sesungguhnya penetapan UU tentang Sistem Pemilu berada di tangan Presiden dan DPR,bukan ditangan MK.
“Semoga berbagai ungkapan yang terjadi dalam kegiatan rapat persiapan penyelesaian sengketa proses pemilu kemarin dapat menjadi pencerahan kepada kita semua dan proses pemilu berjalan lancar dan sukses berkat cawe cawe seluruh elemen masyarakat,” ucap Bambang Sulistya. (*).