Justice Colaborator

(kasus Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J) yang telah menghebohkan jagat, ternyata banyak memberikan pelajaran bagi masyarakat yang relatif awam terhadap hukum. Khususnya terkait pengakuan Bharada E yang berujung terbongkarnya skenario pembunuhan berencana itu.

Awam bertanya-tanya, kenapa Bharada E tiba-tiba membuat pengakuan padahal dia juga terlibat di dalamnya? Menurut Lembaga Perlindungan Saksi dan (LPSK), Bharada Richard Eliezer alias Bharada E bisa mendapat perlindungan jika bersedia menjadi justice collaborator.
Justice Collaborator (JC) merupakan salah satu tindak pidana yang mengakui semua kejahatan yang dilakukannya. Tapi dia bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta bersedia memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Tapi kali ini saya tidak bermaksud mengupas masalah Sambo, atau menulis opini terkait kasus besar yang melibatkan tinggi di kepolisian itu, lho!!!
Pekan lalu, Kabupaten melakukan aksi di depan Gedung . Yang menarik, orator demo menyampaikan adanya “pengakuan” dari belasan , terkait yang diberikan kepada Tim Khusus Bupati—yang berdasar pengakuannya diduga merupakan setoran untuk Bupati. Tidak hanya sebatas pengakuan, belasan itu pun menyatakan siap untuk memberikan kesaksian di KPK nantinya.
Mengapa tiba-tiba para Kades membuat pengakuan, dan bahkan siap menjadi saksi?
Proses rekrutmen () di bisa dibilang carut marut hingga menimbulkan kemelut berkepanjangan. Akibatnya, puluhan Kades dilaporkan ke Polisi, belasan Kades diadukan ke yang seolah-olah dalam di Blora, kepala desa adalah orang yang paling bersalah.
Padahal para Kades masih ingat, bahwa yang memiliki rencana atau ide rekrutmen juga seleksi perades metode Computer Assisted Test () bukanlah dirinya, melainkan orang yang menamakan dirinya sebagai “tim kabupaten”.
Dalam rekrutmen Perades serentak di Kabupaten Blora, keterlibatan masing-masing Kades tidaklah sama. Ada yang “terpaksa” mengikuti (karena ada tekanan), ada yang ikut bermain dengan tarif wajar, dan ada pula yang memanfaatkan kesempatan secara ugal-ugalan.
Melihat sudah ada dua rekannya (kades) yang diproses di Pengadilan dan ternyata tidak ada satu pun orang dari tim kabupaten yang ikut turun tangan, kondisi itu memancing pikiran cerdas beberapa Kades untuk segera merubah posisi. Daripada duduk di , masih lebih mending hadir di pengadilan sebagai saksi.
Menurut pidana, keuntungan menjadi justice collaborator untuk membongkar kasus besar, yang bersangkutan akan mendapatkan pengurangan tuntutan atau juga hukuman. Dengan catatan, yang bersangkutgan bukan merupakan pelaku utama.
Pertimbangan hukumnya, karena tujuan justice collaborator itu untuk menangkap the Big Fish alias dalang utama di balik kasus tersebut.
***

Baca Juga:  Peroleh 47 Suara, Wiwik Suhendro Terpilih jadi Kepala Desa Sendangharjo Melalui Proses PAW