BOJONEGORO.-
Desa Wedi Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro sejak lama dikenal sebagai desa penghasil buah salak. Hampir di setiap pekarangan rumah warga di desa ini ditanami pohon salak sehingga pada setiap memasuki musim panen raya bisa dipastikan buah yang kulitnya mirip dengan sisik ular ini benar-benar melimpah.
Buah salak dari Desa Wedi secara turun temurun disebut sebagai Salak Wedi. Cita rasa salak Wedi memang berbeda dengan jenis salak lainnya. Salak Wedi memiliki tiga rasa yakni manis, asam dan sedikit sepet. Salak Wedi yang istimewa disebut sebagai salak masir, rasanya manis seperti gula dengan daging buah sangat empuk.
”Salak Wedi yang memiliki rasa khas ini menjadi buah favorit bagi masyarakat diberbagai tingkatan, mulai masyarakat kelas bawah hingga para priyayi. Bahkan orang-orang keturunan Tionghoa juga gemar makan salak Wedi,” kata Sumiyati (44), yang memiliki 400 pohon salak di pekarangan rumahnya.
Menurut Sumiyati, Salak Wedi panen dua kali dalam setahun yakni pada bulan Juli dan Desember.
Memiliki pohon salak tambah Sumi, yang berat adalah ketika melakukan perawatan. Mulai dari membersihkan pekarangan, melakukan pemotongan dahan daun salak yang penuh duri, serta melakukan penyerbukan (mengawinkan) bunga salak lanang ke kuncup bunga salak wedok yang sedang mekar.
”Petani salak seringkali tangannya berdarah ketika sedang mengawinkan salak lanang dengan salak wedok karena tertusuk duri yang sangat runcing. Karena salak tidak mau berbuah jika tidak dikawinkan,” ungkap Sumi.
Seorang kepala dusun bernama Subkhan yang juga sebagai Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Wedi membenarkan, bahwa Salak Wedi menjadi komoditas andalan bagi warganya.
Pada awalnya masyarakat menjual buah salak secara konvensional. Buah salak dibiarkan utuh kemudian dijual ke pasar. Namun seiring berkembangnya waktu kemudian buah salak ada yang diolah menjadi kurma salak dan keripik. Sedangkan bijinya yang keras diolah menjadi minuman seperti kopi.
Menurut Subkhan, setiap tahun populasi pohon salak di Desa Wedi mengalami penurunan. Hal ini akibat banyaknya kebun salak milik penduduk yang dibabat untuk dijadikan perumahan. Kondisi seperti itu ternyata belum berpengaruh pada peredaran Salak Wedi di pasar, hal itu dikarenakan ada beberapa desa di sekitar yang juga melakukan budidaya salak Wedi, yakni Desa Tanjungharjo, Kalianyar, Tapelan dan Desa Padangmentoyo.
Pemerintah Desa Wedi, kata Subkhan, terus berusaha mempertahankan buah salak sebagai produk unggulan Desa Wedi. Salah satu upaya yang telah dilakukan yakni membuka lahan seluas 2 hektar untuk kebun salak.
”Kebun salak ini milik Pemerintah Desa Wedi yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUM-Desa),” kata Subkhan. (*)