PENDAFTARAN bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati tinggal menghitung hari, tapi Pilkada serentak di Kabupaten Blora seperti kurang greget.
Ketika baliho calon gubernur Jateng sudah banyak bertebaran di sudut-sudut lokasi di Blora, belum ada satu pun calon bupati Blora yang secara masif memunculkan gambarnya.
Dibanding periode-periode sebelumnya, Pilkada serentak di Blora tahun ini bisa dibilang kurang seksi. Dibanding kabupaten tetangga yang sudah ramai membentuk koalisi, partai-partai politik di Blora sepertinya masih lebih memilih “wait and see”.
Walaupun nama-nama yang masuk dalam bursa Pilkada terus bertambah, diantara mereka belum ada yang memiliki adrenalin untuk menyatakan dirinya sebagai calon bupati. Arief Rohman yang merupakan calon petahana pun gerakannya bisa dibilang slow motion, seolah tidak ingin calon lawan potensialnya bangun dari tidur.
Dalam hal menentukan calon pasangan, Arief terkesan tidak buru-buru atau memperlambat gerak. Padahal banyak nama dalam bursa Pilkada berharap ingin menjadi pasangannya. Jika dia tentukan lebih awal, maka yang tersisa akan segera berkoalisi untuk membentuk pasangan calon yang tentu saja akan berpotensi menjadi lawan tanding.
Namun jika kondisi ini tidak segera disadari oleh partai-partai yang belum bergabung dalam gerbong PKB yang merupakan kendaraan Arief Rohman, bisa jadi Pilkada serentak di Blora tahun ini akan memunculkan calon tunggal.
Karena membentuk koalisi partai tidaklah mudah dan diperlukan leadership yang mumpuni, khususnya dalam hal pembiayaan. Partai yang menjadi inisiator haruslah menanggung biaya dari awal pembentukan koalisi. Apalagi budaya politik sekarang ini, kalau menerima undangan pulangnya harus bawak amplop.
Memilih pasangan calon dalam Pilkada tidak semudah menjodohkan pasangan calon pengantin yang sudah jelas hak dan kewajibannya. Dalam Pilkada tak jarang kedua calon sama-sama menghendaki pada posisi bupati, tidak ada yang mau ditempatkan pada posisi nomor 2.
Belum lagi masalah permodalan, kebanyakan calon yang merasa dirinya sudah memiliki nama, atau didukung partai ternama, biasanya tidak mau keluar biaya. Dan, karena dikejar deadline waktu pendaftaran, tidak jarang ada pasangan calon yang masih beda pendapat pada masa kampanye, bahkan hingga menjabat ketika mereka terpilih.
Pilkada adalah pesta rakyat lima tahunan, yang harusnya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum KPU membuka pendaftaran. Menyiapkan kendaraannya dengan melakukan lobi-lobi pada partai pengusung atau nego-nego koalisi dengan partai lain. Menyiapkan calon pasangan dengan melakukan pendekatan-pendekatan kepada figur-figur potensial.
Anggaran juga mutlak harus disiapkan, karena Pemilu di Indonesia sekarang Pemilu pragmatis yang mana mayoritas calon pemilih menunggu datangnya serangan fajar.
Masyarakat beharap segera muncul sosok calon bupati selain petahana dalam Pilkada serentak di Blora, supaya masyarakat memiliki waktu cukup untuk menimbang dan mengukur bobot bebet bibit dibanding Arief Rohman yang sudah hampir empat tahun berkiprah–mengawal pembangunan kabupaten paling timur di Propinsi Jawa Tengah in.
***