Istri Seorang PNS di Desa Geneng Diduga Lakukan Pungli BLT Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

.-

Usai ramai pemberitaan terkait (pungutan liar) Bantuan Langsung Tunai () Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang terjadi di Desa Dringo Kecamatan , pungli kini kembali terjadi di Kabupaten Blora yang diduga dilakukan oleh istri seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil), Senin (08/01/2024).

Dari hasil penelusuran awak media, pemotongan atau pungutan BLT DBHCHT para Tembakau di Desa Geneng sebesar Rp. 100 ribu per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan dalih untuk uang kas kelompok tani, untuk pembuatan legalitas kelompok tani, serta sebagai imbalan untuk pihak-pihak yang mengurus proses bantuan tersebut.

Salah seorang petani tembakau penerima BLT DBHCHT di Desa Geneng yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, bahwa dirinya menerima BLT sebesar Rp. 1,1 juta dari jumlah yang seharusnya diterima adalah sebesar Rp. 1,2 juta, lantaran yang Rp. 100 ribu diserahkan kepada ketua kelompok tani yang berinisial W.

“Uang Rp. 100 ribu itu buat kas kelompok tani, sama untuk yang mengurus mengusulkan bantuan, katanya seperti itu dulu. Penyampaiannya dulu waktu pengumpulan berkas, sudah satu tahun lebih, katanya untuk mengurus badan hukum kelompok tani juga, Mas,” ucapnya, Sabtu (06/01/2024).

“Jumlah KPM BLT Petani Tembakau ada 112 KPM, setelah dari Blora beberapa KPM mendatangi rumah ketua kelompok tani untuk menyerahkan uang Rp. 100 ribu. Mungkin yang sudah menyerahkan ada sekitar 100 orang, karena ada beberapa KPM yang belum mengambil bantuan karena sedang tidak berada di desa,” jelasnya.

Baca Juga:  Warga Kadengan-Randublatung Gelar Hajatan Sedekah Bumi

“Dulu ketua Kelompok Tani Surya Kencana kan suaminya. Karena sekarang sudah menjadi PNS, kan nggak boleh jadi ketua kelompok tani, lalu digantikan oleh istrinya. Untuk bendaharanya sendiri (Riyanto) saat ini bertempat tinggal di Randualas, tetapi administrasinya belum pindah,” imbuhnya.

Dikonfirmasi awak media di kediamannya, W yang mengaku sebagai ketua Kelompok Tani Surya Kencana menyampaikan, bahwa itu bukan potongan melainkan KPM memberikannya secara sukarela. Dan menurutnya tidak semua KPM menyerahkan uang Rp. 100 ribu kepada dirinya.

“Sebenarnya itu bukan potongan. Kan dulu saya mengajukan, yang saya kasih informasi terus saya mintain data KTP dan KK. Tapi nanti kalau bisa cair ya ada gantinya untuk administrasi, saya bilang gitu, Mas,” ucapnya, Sabtu (06/01).

Bahkan menurut W, KPM malah menyampaikan jika nantinya dipotong Rp. 200 ribu tidak masalah, “Gini lho Bu, nanti potong Rp. 200 ribu nggak papa, buat administrasi,” kata W menirukan ucapan warga.

“Nah setelah cair kemarin, ada warga yang tanya ke saya, gimana kesepakatan dulu Bu? Saya jawab, dulu ibu-ibu sepakat Rp. 200 ribu, tapi monggo seikhlasnya saja. Banyak yang tidak memberikan, dan saya juga tidak mendatangi para KPM,” imbuhnya.

Baca Juga:  Untung Styawan Dilantik sebagai Sekdes Desa Gembong

Dari 112 KPM yang ada di Desa Geneng menurut W baru 40 KPM yang sudah menyerahkan uang Rp. 100 ribu kepadanya. “Kurang lebih 40 an, Mas. Sebagian tidak ya saya tidak menanyakan, karena itu kesadaran mereka sendiri,” jelasnya.

W juga menjelaskan bahwa sebagian uang tersebut digunakan untuk mengganti biaya pengurusan legalitas kelompok tani tersebut. “Saya pakai untuk ganti administrasi, untuk ganti biaya ngurus badan hukum kelompok tani, serta untuk nebus bantuan alat pertanian, Mas,” terangnya.

“Rencana Pengurus APTI ada Muscab untuk pergantian pengurus, kan ini cari dana kesulitan, minta bantuan bupati juga kesulitan, akhirnya teman-teman sepakat nanti kalau ada BLT nanti iuran,” lanjutnya.

Larso Ngariyanto selaku Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) saat di konfirmasi terkait kebenaran adanya rencana Cabang (Muscab) untuk pergantian pengurus dan membutuhkan iuran dana dari BLT DBHCHT para Petani Tembakau, dirinya menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar.

“Kalau APTI yang saya ketuai nggak ada rencana Muscab, jadi nggak ada pembahasan pengumpulan dana. Kalau APTI sebelah kurang paham, mungkin ada rencana Muscab, tetapi namanya bukan APTI, tapi PAPTI, akan tetapi logo yang dipakai sama, sehingga masyarakat tahunya ya APTI,” jelasnya. (*)