PEMERINTAH terus berupaya memaksimalkan penyerapan minyak mentah produksi dalam negeri untuk diolah di kilang-kilang domestik. Pembelian minyak mentah domestik tersebut dapat meningkatkan kedaulatan energi Indonesia.
Dengan mengambil minyak mentah dari dalam negeri, maka semakin mendukung upaya mengamankan pasokan bahan baku untuk kilang-kilang Pertamina.
Peningkatan penyerapan minyak mentah produksi domestik ini untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, Pertamina dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mengutamakan pasokan minyak bumi yang berasal dari dalam negeri.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendorong pengelolaan sumur minyak tua oleh Koperasi Unit Desa (KUD) atau BUMD karena mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Saat ini, terdapat 1.440 sumur minyak tua yang dikelola KUD atau BUMD dan produksinya mencapai 905,23 barel per hari.
Walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, pengelolaan sumur tua mampu menambah produksi minyak nasional.
Mengikuti perkembangan dugaan kasus di wilayah Ledok yang sekarang masih ditangani oleh Polda Jateng, aparat penegak hukum sepertinya kurang memahami persoalan yang sebenarnya terjadi di area penambangan minyak tradisional itu. Bahwa kegiatan penambangan minyak tersebut berada di Wilayah Kerja Pertamina (WKP). Otoritas yang dimiliki Pertamina sebagai badan usaha milik negara tidak sebatas pada izin pengusahaan sumur minyak dan kegiatan perawatan sumur (wellservice), juga ikut menentukan spesifikasi dan legalitas armada yang digunakan untuk mengangkut minyak mentah (Crude Oil).
Tak ayal, petugas yang sudah berhasil menangkap 3 unit armada pengangkut minyak dari Ledok ke Cepu pun harus melepaskan kembali armada bertulis PT. BPE itu. Akan menjadi bumerang, jika aparat bisa menemukan pasal pelanggaran terhadap 3 unit truk tangki tersebut, karena Pertamina sudah mengeluarkan rekomendasi terhadap ratusan truk tangki serupa yang sekarang juga beroperasi di lapangan minyak dan tersebar di nusantara.
Begitu juga tindakan aparat yang telah memasang garis polisi (police line) di salah satu titik sumur di wilayah Ledok. Bahwa kegiatan perawatan sumur (wellservice) dilakukan oleh penambang setelah dapat persetujuan dari atasannya, yaitu BPE yang telah bekerjasama dengan Pertamina.
Bahwa jarak pengeboran dari mulut sumur ke titik yang akan dibor sudah sesuai izin yang diajukan BPE kepada Pertamina. Penambang tidak akan berani action sebelum ada inspeksi dari petugas perwakilan Pertamina. Selaku perusahaan plat merah, Pertamina yang menjunjung tinggi komitmen Zero Accident juga tidak akan gegabah dalam memberikan rekomendasi pengeboran di wilayah kerjanya. Jenis peralatan dan sertifikasi operator pasti jadi pertimbangan utama.
Jangan sampai tindakan Polda Jateng di kawasan Ledok kali ini malah bertentangan dengan semangat pemerintah yang terus berupaya memaksimalkan penyerapan minyak mentah produksi dalam negeri.
***