Acara penyambutan Presiden RI oleh Pemkab Blora beserta Forkompimda-nya pada acara penyerahan sertifikat tanah HGB di Areal Kesongo, Kabupaten Blora, Jumat (10/3) lalu bisa diacungi jempol sebagai simbol “sempurna”. Beruntung, para pemuda yang tergabung dalam Caperaga (calon perangkat desa gagal) “tidak jadi” melaksanakan aksi demo di depan orang nomor satu di Republik ini.
Andaikan jadi demo, akan ditaruh mana muka para pejabat Blora? Karena andaikan diberi kesempatan, Caperaga pasti akan madul pada Presiden Jokowi perihal kotornya birokrasi, dan tumpulnya penegakan hukum di Bumi Samin ini.
Betapa tidak, seleksi perangkat desa yang sejak zaman nenek moyang menjadi kewenangan masing-masing desa, pada tahun lalu tiba-tiba dikomando oleh korkab. Tapi ketika timbul masalah hukum korkab tidak bertanggung jawab, dan kepala desa malah disuruh mencari selamat sendiri-sendiri.
Tak pelak, sudah ada dua Kades dijebloskan ke penjara, satu kades sekarang sedang diadili, dan masih belasan lagi yang antri menunggu proses hukum di kepolisian maupun kejaksaan.
Kasus kecurangan seleksi perades ini juga sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH) baik di tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat. Dan, hasilnya tumpul. Kecuali Ami'ul Khasanah, satu-satunya calon perades gagal yang sekarang sudah dilantik sebagai kepala dusun (Kadus) Temuwoh, Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen.
Yang beruntung sekarang malah desa-desa yang pada Tahun 2022 kemarin tidak menyelenggarakan seleksi perangkat. Karena sejak terjadinya polemik Perades, Bupati Blora mengizinkan kepada desa yang lain untuk menyelenggarakan seleksi perangkat desa secara mandiri. Seperti yang sudah dilaksanakan oleh Desa Plantungan (Blora), dan Desa Tawangrejo (Kunduran).
Dengan sistim mandiri, kepala desa yang jujur dan bersih bisa berimprovisasi tanpa adanya tekanan dan campur tangan dari atasan, yang penting tetap sesuai aturan. Hasilnya, peserta seleksi yang lolos pun tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam.
Yang benar-benar tidak beruntung adalah 196 kepala desa yang pada Tahun 2022 lalu melaksanakan seleksi perades, karena hingga hari ini mereka masih dihinggapi rasa was-was.
Begitu juga nasib 850 peserta seleksi Perades yang lolos, sudah dilantik dan sudah bertugas di masing-masing desa. Mareka adalah putra putri terbaik negeri ini, yang harusnya bisa menempati jabatan melalui adu kompetensi, tanpa harus dikenakan pungli.
Api semangat Caperaga untuk bertemu Presiden RI tampaknya belum padam, kabarnya mereka akan bertandang ke Istana Negara di Jakarta. Kalaupun tidak bisa bertatap muka, maksud kedatangan Caperaga di ibu kota sekedar untuk menyampaikan sepucuk surat.
Semoga saja langkah Caperaga kali ini tidak kalah cepat dengan rencana kepindahan istana presiden ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan. Kalau istana presiden masih di Jakarta bisa ditempuh melalui darat, tapi kalau sudah pindah ke Kalimantan maka perlu biaya besar untuk naik kapal api atau pesawat terbang.
***