Munculnya sikap ngeyel dari dua kubu terkait isu honor nara sumber (Narsum) anggota DPRD dalam pekan terakhir semakin menyita perhatian publik Blora. Sikap ngeyel yang pertama muncul dari kubu sebagian masyarakat yang diwakili lembaga Pemantau Keuangan Negara (PKN), sementara kubu lain yang juga ngeyel dalam mensikapi isu honor Narsum adalah anggota dewan yang menerima honor Narsum.
Ngeyelnya PKN yang menganggap honor Narsum termasuk perbuatan korupsi, langsung mengambil sikap serius dengan melaporkan dugaan kasus korupsi terkait honor Narsum DPRD Blora Tahun 2021 itu ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Ketua PKN Sukisman atas nama pribadi pada Januari lalu melapor ke bagian aduan Kejati di Semarang diantar beberapa aktivis PKN Blora.
Menurut Sukisman, honor Narsum Dewan Tahun 2021 sudah sangat kelewatan alias ugal-ugalan. Anggaran Narsum dalam satu tahun mencapai hampir 11 Miliar itu diduga potensi kerugian negara mencapai 6 Miliar.
Honor Narsum ini dianggarkan di pos anggaran kegiatan Sekretariat DPRD seperti kegiatan dewan lain, misal Kunker, workshop, Reses dan lain lain. Dan, data rekapitulasi honor Narsum anggota dewan yang bocor ke publik, menjadi salah satu bukti yang dilampirkan PKN dalam aduan.
Di luar sikap PKN muncul dua sikap ngeyel juga dari para wakil rakyat yang bermarkas di Gedung DPRD Jl. A. Yani, Blora. Sikap ngeyel pertama ditunjukkan oleh beberapa anggota dewan yang merasa bahwa isu ini muncul hanya karena sikap iri dari internal dewan. Karena diantara dewan ada yang dapat honor narsum banyak tapi ada yang merasa dapat sedikit.
Ini bukan soal aturan, tetapi ini soal “pendapatan” yang berbeda alias hujan tidak turun merata. Perdebatan yang terjadi memunculkan kebijakan baru terkait teknis penganggaran honor Narsum di Tahun 2022. Namun ternyata, honor Narsum di Tahun 2022 tetap saja tidak merata, hingga muncul dan viralnya isu kasus ini.
Sikap Ngeyel kedua seperti yang disampaikan oleh Dasum yang tidak lain adalah ketua dewan. Kepada media, Dasum menolak jika honor Narsum dikatakan melanggar aturan. Menurutnya, semua sudah sesuai regulasi yaitu sesuai Perpres 33 tahun 2020. Bahkan yang terakhir muncul argumen baru berupa surat Tanggapan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY atas konsultasi DPRD Gunungkidul terkait honor Narsum.
Dalam surat itu BPKP DIY memberikan persepsi bahwa pemberian honor Narsum kepada DPRD sesuai dengan Perpres 33 tahun 2020. Akan tetapi BPKP juga menyampaikan bahwa tanggapan BPKP sifatnya tidak mengikat sehingga keputusan penganggaran honor Narsum menjadi tanggungjawab manajemen Sekretariat DPRD Gunung Kidul.
Sikap Ngeyel PKN dan Dewan yang ditunjukkan kepada publik jelas menarik, semua pendapat dan dalih yang muncul menjadikan dugaan kasus korupsi Honor Narsum semakin ramai diperbincangkan. Sekarang, masyarakat tinggal menunggu apa yang akan dilakukan aparat penegak hukum (APH) atas laporan dugaan kasus ini. Apakah akan macet atau segera bergulir dengan panggilan pemeriksaan?
***