“Kang Yoto”, bupati Bojonegoro dua periode (2008–2018) yang namanya begitu mengakar kuat di hati warga Bojonegoro. Siapapun warga Bojonegoro pasti mengenalnya.
Meski sudah tak lagi menjabat sebagai bupati Bojonegoro, namun namanya sering disebut-sebut oleh warga Bojonegoro dalam setiap perbincangan sekitar ekonomi pedesaan.
Hal ini tak lepas dari keberhasilan Kang Yoto dalam mengarahkan kebijakannya dalam pembangunan ekonomi makro dan fundamental sebagai pondasi ekonomi kerakyatan yang kokoh dan berkelanjutan.
Saat mulai memimpin Bojonegoro, Kang Yoto memulai menerapkan kebijakannya membangun dari wilayah pinggiran dan desa. Dari membuka akses jalan dan jembatan ke daerah terisolasi/tertinggal, dan memperkuat basis pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Menyadari bahwa sebagian besar wilayah Bojonegoro merupakan lahan pertanian. Pembangunan waduk dan embung pun digalakkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman pertanian.
Begitu pula dengan program-program peternakan, dan perkebunan menjadi prioritas pembangunan pemberdayaan rakyat Bojonegoro yang berada di pedesaan.
Membantu membagun desa lebih maju dan di kenal dengan tempat wisata yang sampai sekarang menjadi kegemaran bagi masyarakat di Bojonegoro.
Disamping itu, keberhasilan Kang Yoto yang lain adalah mampu menekan angka inflasi, kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Demikian pula dengan berbagai kebijakannya untuk mendorong investasi di Bojonegoro juga telah dikeluarkan untuk menumbuhkan perekenomian Bojonegoro secara makro.
Kepada awak media, Bupati Bojonegoro periode 2008 – 2018 ini menjelaskan, dalam memimpin Bojonegoro ia menyadari bahwa amanah rakyat yang diberikan kepadanya harus dijalankan dengan benar. Karenanya keberpihakan kepada kepentingan rakyat menjadi prioritas utama.
Hal itu semata-mata dilakukannya karena obsesinya yang ingin warga di Kabupaten Bojonegoro ini semuanya makmur dan maju.
Bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, dan juga bisa berwirausaha sendiri. Warga harus sehat, cerdas dan produktif untuk mendapatkan penghasilan agar bahagia. Bagaimana juga setiap jengkal lahan mendatangkan berkah.
“Dulu saya pernah dengan uang pribadi titip kambing, lewat dinas peternakan bagi-bagi sperma kambing unggul. Lalu bagi bibit jambu merah dan kristal” papar Kang Yoto, memulai ceritanya.
Idenya sederhana, banyak lahan kanan kiri dan depan rumah bisa ditanami jambu, buahnya dapat memperbaiki gizi warga.
Kata politisi Partai NasDem ini, ditanam di pinggir bengawan Solo jambu itu tahan saat banjir. Saat itu jambu kristal langka, jadi kita bagi-bagi bibit dan mendorong membudidayakannya.
Seperti terlihat sekarang di kebun pak Majid, di Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk, yang menjadi petani pelopor yang menanam jambu kristal di Bojonegoro.
Bisa ditanyakan langsung kepada pak Majid, bagaimana kisah awal mula susah senangnya menanam jambu kristal yang sekarang banyak dikenal oleh warga Bojonegoro,” tandasnya.
Coba tanya berapa luas lahannya dan berapa hasilnya jika dibandingkan kalau ditanami jagung atau padi.
“Saya ingat saat itu jalan ke dusun pak Majid masih jelek. Saya tanya pilih mana, jambu atau jalan. Mereka pilih jambu. Kini terbukti jambu krital mampu memperbaiki ekonomi warga dan jalannyapun ikut diperbaiki.
“Hakiki pembangunan itu adalah membangun kemampuan warga untuk hidup lebih baik secara mandiri. Infrastruktur jalan, irigasi, industri dan IT hanyalah supporting faktor. Kemampuan manusialah yang utama” pungkas kang Yoto, mengakhiri wawancaranya. (*)