Korandiva-PATI.– Persidangan kasus dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp 3,1 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Pati semakin memanas. Kuasa hukum terdakwa maupun korban saling klaim posisi kliennya yang paling kuat.
Kuasa hukum terdakwa, Darsono, menegaskan perkara ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana. Menurutnya, keterangan saksi Herdedi Wibowo (HW) pada persidangan kedelapan dan saksi Saryono alias UC pada persidangan kesembilan membuka fakta baru yang menguntungkan terdakwa.
“Wiwid jelas mengetahui arah uangnya, bahkan sempat menerima hasil kerja sama tersebut. Jadi, penipuannya di mana? Penggelapannya di mana? Ini murni sengketa perdata,” tegas Darsono. Ia menambahkan, terdapat bukti berupa kesepakatan, jaminan tanah, hingga pembagian hasil yang telah disetujui kedua belah pihak.
Namun, kuasa hukum korban, Dr. Teguh Hartono, S.H., M.H., membantah keras klaim tersebut. Menurutnya, fakta di persidangan menunjukkan kliennya benar-benar dirugikan. Uang senilai Rp3,1 miliar milik korban Wiwid, yang diserahkan kepada terdakwa Anifah untuk investasi jual beli ayam, justru dipinjamkan kepada pihak lain bernama Puput dengan bunga 10 persen. Dari bunga itu, korban hanya menerima 5 persen seolah-olah sebagai hasil investasi.
“HW sebenarnya tidak tahu-menahu terkait masalah ini. Bahkan pernyataannya dimentahkan oleh saksi berikutnya, Saryono alias Uceng. Fakta jelas menunjukkan adanya tipu muslihat sejak awal,” kata Teguh saat ditemui wartawan di PN Pati, Rabu (1/10/2025).
Teguh menegaskan, perkara ini masuk ranah pidana. “Ahli pidana dari UGM menyebutkan, perjanjian yang diawali dengan tipu muslihat adalah pidana. Apalagi Pasal 29 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie (AB) menegaskan perkara pidana harus didahulukan,” ujarnya.
Menurutnya, klaim kuasa hukum terdakwa yang menyebut kasus ini perdata adalah keliru. “Bagi kami, perkara ini murni pidana,” pungkasnya. (*)