YOGYAKARTA. – Mbah Bisanto (64) dan istrinya Sumaryanti, warga Sorosutan Umbulharjo, Yogyakarta pada hari Minggu (7/3) lalu mendapat kejutan. Tanpa menyangka sebelumnya, pasutri itu kedatangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Pasangan lansia ini terpaku saat melihat Ganjar tiba pada siang itu. Keduanya seolah tak percaya pria berambut putih di hadapan mereka adalah Ganjar Pranowo.
Ingatan Bisanto langsung kembali ke puluhan tahun silam. Saat itu, Ganjar masih tinggal bersama mereka di rumah sederhana tersebut.
Mbah Bisanto dan Sumaryanti adalah pemilik rumah yang dulu ditempati Ganjar saat pria kelahiran Karanganyar itu menimba ilmu di bangku SMA hingga kuliah di Yogyakarta.
Dahulu Ganjar menempati kamar berukuran 3×2 di rumah tersebut. Saat ini, ruangan tersebut sudah menjadi gudang. Seorang anak kampung asal Purworejo yang hidup bersama pasangan itu kini menjadi orang nomor satu di Jawa Tengah.
“Ya Allah, ngimpi opo aku, Om Ga (panggilan untuk Ganjar, red). Ayo mlebu (mari masuk),” kata Sumaryanti dengan mata berkaca-kaca.
Ketiganya terlibat obrolan hangat. Kenangan-kenangan lampau menghiasi pembicaraan bertiga apalagi, saat Ganjar melihat bekas kamarnya.
Ganjar yang mengajak putra semata wayangnya, Muhammad Zinedine Alam Ganjar, tampak senyum-senyum sendiri mendengar cerita-cerita tempo dulu dari Mbah Bisanto dan istrinya.
Ganjar juga menunjukkan kamarnya dahulu kepada Alam yang baru masuk di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun ini.
“Dulu itu kamar ayah, masih sama persis tidak berubah. Hanya dulu tidak dicat, sekarang sudah dicat,” kata Ganjar pada anaknya.
“Mas Alam kosnya di mana? Kalau belum dapat kos, tinggal di sini saja,” timpal Sumaryanti.
Kenangan Mbah Bisanto dan Sumaryanti pada sosok Ganjar masih sangat membekas. Keduanya ingat betul kehidupan Ganjar muda saat tinggal di rumah mereka selama empat tahun.
Sosok Ganjar muda, menurut Mbah Bisanto, adalah remaja yang apa adanya dan hidup prihatin. Hampir setiap hari, Ganjar jalan kaki dari indekosnya sampai ke jalan raya yang jaraknya sekitar 1,5 km. Kemudian, Ganjar melanjutkan dengan naik angkutan umum ke sekolah atau ke kampusnya.
“Anaknya baik sekali, saya ngalem (memuji) bukan karena sekarang jadi Gubernur, tapi memang anaknya dari dulu prihatin tenan. Anaknya nerimo, jadi kalau mau berangkat kuliah jalan kaki dari rumah, terus naik colt kampus (angkutan kampus). Nrimo lan prihatin sekali anaknya,” kenang Mbah Bisanto.
Menurutnya, Ganjar juga tidak pernah pilih-pilih dalam hal makanan. Zaman dulu, makanan kesukaan Ganjar ialah sambal korek dan lele goreng.
“Itu saja sudah, ndak neko-neko makanannya,” timpal Sumaryanti.
Mbah Bisanto dan Sumaryanti tak menyangka, pemuda yang dulu tinggal di rumahnya dengan kehidupan sehari-hari yang prihatin, kini jadi orang sukses.
“Mboten nyongko (tidak menyangka). Tapi kalau dilihat dari silsilah keluarganya, Om Ga itu dari keluarga terdidik. Itu sekeluarga pinter-pinter semuanya,” kata Mbah Bisanto.
Meski sudah jadi orang sukses, menurut Mbah Bisanto, Ganjar tidak berubah. Dia tetap seorang Ganjar yang tidak sombong dan berhati besar.
“Seneng banget diparani Om Ga, meski saiki dadhi wong gedhe (meski sekarang jadi pejabat), tetep kelingan (masih ingat). Dumeh dadi wong gedhe (meski jadi pejabat), piyambake ora sombong (tidak sombong),” ucap Mbah Bisanto.
Ganjar memang sengaja mampir indekosnya itu saat melakukan kunjungan kerja ke Jogja sekaligus mencarikan tempat tinggal bagi putranya, Muhammad Zinedine Alam Ganjar.
“Mereka ini sudah seperti saudara saya sendiri. Saya tinggal dari SMA sampai kuliah awal-awal di UGM,” kenang Ganjar.
Selain silaturahmi dan bernostalgia, Ganjar juga bermaksud mendidik putranya. Dia mengharapkan Alam mengetahui sejarah kehidupannya saat menempa diri di Kota Gudeg itu.
“Biar Alam tahu sejarahnya bahwa kabeh nganggo laku (semua ada prosesnya),” pungkas Ganjar. (*)