BLORA. – Selasa siang (9/2) lalu, puluhan petani menggeruduk pendopo kantor Ke-camatan Randublatung. Masih maraknya pupuk bersubsidi dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) dan adanya paket ‘intil-intil' membuat puluhan petani Randublatung emosi.
“Yang kita harapkan adalah ruang publik bernama pendopo kecamatan Randublatung ini digunakan untuk mengurusi permasalahan publik. Salah satunya adalah persoalan carut-marutnya distribusi pupuk bersubsidi yang saat ini terjadi”, kata Exi Agus Wijaya, Koordinator SENTANI (Sedulur Relawan Tani) Blora, Selasa (9/2) lalu menyampaikan maksud kedatangan petani.
Menurutnya, persoalan pupuk bersubsidi yang masih terjadi di Randublatung dan hampir semua wilayah di Kabupa-ten Blora adalah masalah urgen yang harus segera dituntaskan.
“Sudah jelas ada regulasinya. Dari mulai Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di tingkat pusat, KP3 di tingkat provinsi, KP3 di tingkat kabupaten, KP3 di tingkat kecamatan, termasuk distributor, pengecer, kelompok tani hingga ke petani”, ujarnya.
Baginya, apa yang dila-kukan oleh SENTANI dengan mendatangi kantor kecamatan adalah sebuah proses pendidikan dan pemberdayaan kepa-da para kelompok tani.
“Bagaimana kelompok tani kedepan itu harus lebih maksimal sebagai fungsi kontrol. Termasuk mengkritisi kinerja distributor dan pengecer yang selama ini melaku-kan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi”, terang aktifis berambut gondrong ini.
Dengan masih carut-marutnya distribusi pupuk bersubsidi, SENTANI melihat bahwa KP3 di Blora belum berfungsi secara maksimal.
“Yang kita lihat dan cermati bersama, fungsi pengawasan ini belum maksimal. KP3 Kabupaten Blora dan KP3 Kecamatan harus lebih optimal menjalankan fungsi pengawasan sesuai atur-an yang berlaku, agar distribusi pupuk bersubsidi bisa berjalan baik dan tepat sasaran”, tegasnya.
Untuk memaksimalkan kelompok tani di daerah agar menjadi fungsi kontrol yang independen, SENTANI berencana membangun jaringan petani dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.
“Benar, karena permasalahan petani bukan hanya di tingkat desa saja, tapi juga ada di tingkat kecamatan, di tingkat kabu-paten, di tingkat provinsi, hingga di tingkat nasio-nal”, tutupnya. (*)